Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembahasan RUU KKS dan Perlindungan Data Pribadi Diharapkan Beriringan

Kompas.com - 28/09/2019, 11:04 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat resmi membatalkan Rancangan Undang-undang Keaman dan Ketahanan Siber (RUU KKS). Keputusan ini pun disambut baik oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang terdiri dari beberapa LSM.

Wahyudi Djafar, Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), yang menjadi salah satu anggota koalisi berharap apabila masuk ke pembahasan baru, RUU KKS bisa beriringan dengan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Menurutnya, pembahasan RUU PDP saat ini lebih mendesak.

"Kemarin terjadi data breach dalam kasus Lion air, enggak bisa apa-apa. Sebelumnya juga kita enggak bisa apa-apa, enggak tahu harus komplain kemana," jelas Wahyudi ketika ditemui awak media dalam Media Briefing di Jakarta, Jumat (27/9/2019).

Baca juga: RUU Perlindungan Data Pribadi Dinilai Tumpang Tindih

Apabila DPR menginginkan RUU KKS dibahas di awal periode mendatang, Wahyudi berharap RUU tersebut bisa paralel dengan RUU PDP. Artinya, PDP akan menjadi aturan pondasi yang turut memuat keamanan siber di dalamnya.

"Saya sih mendorong agar ini menjadi undang-undang Keamanan siber bukan keamanan dan ketahanan siber," lanjutnya.

Wahyudi Djafar, Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) saat ditemui awak media dalam jumpa pers terkait RUU KKS di Jakarta, Jumat (27/9/2019).Wahyunanda Kusuma/Kompas.com Wahyudi Djafar, Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) saat ditemui awak media dalam jumpa pers terkait RUU KKS di Jakarta, Jumat (27/9/2019).

Menurut Wahyudi, kata "ketahanan" lebih cenderung state -centris,  sedangkan keamanan siber lebih mengutamakan human centric yang mencakup kedaulatan individu.

Keamanan siber akan mengacu pada kemampuan untuk mengontrol akses ke sistem jaringan informasi yang dikandungnya. 

Dalam kedaulatan individu di ruang siber, ia juga menekankan dua hal, yakni data sekuriti dan proteksi. Di dalam RUU PDP, proteksi dikaitkan dengan serangkaian hak-hak dari pemilik data yang diatur pemilik data itu sendiri.

"Misalnya hak akses, hak atas informasi, hak untuk mengubah dan menghapus, dan sebagainya," terang Wahyudi.

Sementara sekuriti akan lebih membahas langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pengendali data tentang bagaimana mereka mengamankan data-data yang dikelola untuk meminimalisir kebocoran data pengguna.

Baca juga: 3 Faktor yang Bikin UU Perlindungan Data Pribadi Belum Disahkan

Sejak diusulkan tahun 2014 lalu, RUU PDP masih belum rampung karena masih membutuhkan persetujuan dari kementrian terkait.

Kabar terakhir disebutkan bahwa UU PDP telah ditandatangani Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Apabila telah disetujui, RUU PDP akan diserahkan ke DPR untuk dilakukan pembahasan.

Dikritik

Berbeda dengan RUU PDP yang memakan waktu lama untuk disahkan, RUU KKS justru hampir disahkan dengan waktu pembahasan yang sangat singkat di parlemen. Apabila jadi disahkan, RUU KKS hanya memakan waktu tiga hari saja untuk pembahasan.

Selain pembahasannya yang kilat, RUU KKS juga dikritik, karena tumpang tindih, seperti peraturan lain terkait siber. Beberapa poin juga disebut mengancam HAM dan kebebasan berekspresi di media sosial.

Misalnya, dalam Pasal 38 yang merumuskan mengenai penapisan konten dan aplikasi elektronik, ternadap konten dan aplikasi yang dinilai berbahaya oleh negara.

Kemudian ada Pasal 47 dan Pasal 48 juga menyebutkan wewenang BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) untuk melakukan deteksi ancaman siber pada lalu lintas data. Isi RUU KKS selengkanya bisa dilihat di tautan berikut ini.

Dibatalkan

Namun, DPR akhirnya membatalkan pembahasan RUU ini. Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU KKS, Bambang Wuryanto mengatakan, RUU KKS tidak memenuhi mekanisme tata beracara dalam pembuatan legislasi.

"Karena tata beracara yang diatur dalam UU ini tidak terpenuhi dalam tatib, maka ini di-drop," kata Bambang.

Ia menambahkan, RUU KKS tidak bisa dilanjutkan ke periode berikutnya sehingga proses pembahasan harus mengulang dari awal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com