Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alternatif Murah Komputer Mainframe Rp 128 Miliar Menurut Profesional IT

Kompas.com - 10/12/2019, 16:34 WIB
Oik Yusuf,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta mendapat sorotan pekan lalu lantaran memasukkan rencana pembelian satu set komputer mainframe senilai Rp 128,9 miliar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Tujuan pengadaan seperangkat mainframe tipe IBM Z14 ZR1, server, dan switch seharga ratusan miliar itu adalah melakukan profiling pajak daerah, untuk memetakan potensi yang dimiliki per jenis pajak.

Adakah alternatif lain yang lebih murah? Profesional IT Eko Juniarto berpendapat bahwa BPRD DKI Jakarta, sebenarnya tidak terlalu perlu mengajukan pembelian komputer tipe mainframe.

Sebab, menurut Eko, sebagian tugas komputer mainframe sekarang sudah bisa dikerjakan oleh server yang harganya lebih terjangkau.

Baca juga: Apa Itu Komputer Mainframe yang Ingin Dibeli BPRD DKI?

“Dengan harga yang sama (Rp 128 miliar) bisa didapatkan setidaknya 10 server Nutanix atau 15 lebih server hyper converged yang kemampuannya bisa melebihi mainframe Z14,” ujar Eko ketika dihubungi KompasTekno, Senin (9/12/2019).

Hyper converged merupakan server yang menyatukan semua elemen hardware, termasuk elemen computing, storage, dan networking yang biasanya berdiri terpisah dalam rangkaian server tradisional.

Ilustrasi lingkungan server hyper convergedNutanix Ilustrasi lingkungan server hyper converged

Keuntungannya antara lain biaya keseluruhan yang lebih rendah, manajemen lebih mudah, ukuran lebih ringkas, dan lebih fleksibel dalam mengatur kapasitas data center berdasarkan kebutuhan.

Adapun Nutanix merupakan perusahaan software cloud yang menjual perangkat-perangkat hyper converged.

Aplikasi database yang dipergunakan, Oracle EE (Enterprise Edition), menurut Eko secara native berjalan di arsitektur x86 atau SPARC, bukan MIPS seperti pada prosesor Z14 ZR1. Perangkat yang lebih cocok pun sebenarnya adalah platform server berbasis Intel atau AMD (x86).

“Aplikasi lain seperti COBOL (Common Business-Oriented Language, bahasa pemrograman untuk keperluan bisnis) yang disebut dalam spesifikasi APBD memang diklaim berjalan lebih cepat di atas Z14, tapi itu baru sebatas klaim IBM,” imbuhnya.

Eko tak menutup kemungkinan BPRD DKI Jakarta memang memiliki kebutuhan spesifik terkait mainframe. Sebab, tipe komputer itu memang disebut dalam pengajuan anggaran.

“Jadi yang perlu digali ini requirement-nya bunyinya seperti apa,” kata dia.

Cloud atau tidak?

Eko menjelaskan bahwa komputer mainframe biasanya dipakai oleh industri besar, institusi penelilian, dan juga pemerintahan untuk sistem yang tidak boleh down.

Namun, popularitas mainframe kini disebutnya sudah menurun karena sebagian fungsinya sudah bisa digantikan oleh komputer tipe server dan workstation yang kemampuan komputasinya makin tinggi, diiringi harga yang makin murah.

Baca juga: Pakar IT Komentari Anggaran Komputer Mainframe Rp 128 Miliar BPRD DKI

“Yang masih memelihara mainframe biasanya karena terlalu mahal atau terlalu rumit untuk migrasi ke sistem yang baru,” ujar Eko yang sudah dua dekade malang melintang di industri Teknologi Informasi.

Bagaimana dengan layanan berbasis cloud, bisakah digunakan sebagai alternatif untuk institusi pemerintahan?

Menurut Eko, keputusan untuk memakai cloud atau memiliki hardware sendiri tergantung pada kultur dan kebutuhan organisasi yang bersangkutan.

Ilustrasi cloud computingist Ilustrasi cloud computing

Dia mencontohkan segi keamanan data. Untuk alasan ini, sebagian organisasi mungkin lebih memilih untuk menyimpan data di gedung sendiri, alih-alih dipercayakan ke layanan cloud.

Cloud menawarkan fleksibilitas lebih, misalnya dalam menaik-turunkan kapasitas tergantung dengan kebutuhan.

Baca juga: BPRD DKI Ingin Beli Komputer Mainframe Rp 128 Miliar, untuk Apa?

Meski cocok untuk perusahaan startup karena tidak butuh investasi, Eko mengatakan model cloud mungkin tidak sesuai untuk lingkungan pemerintahan, yang lebih kaku secara finansial.

“Kalau di pemerintahan, sepertinya harus dianggarkan dari tahun sebelumnya, dan sifat anggaran yang sudah fixed,” ujar Eko.

“Semestinya ada dukungan dari atas untuk penggunaan cloud ini dan cara pertanggung-jawabannya, supaya tidak takut lagi untuk menggunakan cloud,” pungkasnya.

Hal senada juga disampaikan pakar IT dari Vaksincom, Alfons Tanujaya. Menurut Alfons, spesialis untuk solusi mainframe (programmer, project manager, maintenance) saat ini sudah tidak banyak.

Jika berlaih ke solusi yang lebih efisien, spesialis datanya lebih banyak tersedia, tidak kalah canggih dan jauh lebih murah. Alfons mencontohkan Hadoop.

Hadoop adalah kumpulan utilitas software open source yang menggunakan jaringan banyak komputer untuk mengolah data dalam jumlah besar.

"Kalau pakai sistem non-mainframe seperti Hadoop, lebih banyak ahlinya dan lebih murah secara cost. Spesialisnya lebih banyak dan ketergantungan terhadap vendor jauh lebih rendah," kata Alfons.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com