KOMPAS.com - Dengan diterapkannya work from home oleh perkantoran untuk menekan wabah Covid-19, aplikasi video conference kini banyak digunakan oleh sebagian orang untuk melakukan komunikasi tatap muka dari rumah.
Hal yang sering kali luput dari perhatian adalah faktor keamanan. Bagaimana sekuriti aplikasi video conference dalam melindungi data pengguna yang wira-wiri di dalamnya?
Baca juga: Ini Software dan Kamera yang Dipakai Jokowi untuk Rapat Jarak Jauh
Pakar keamanan siber Alfons Tanujaya mengungkapkan bahwa aplikasi konferensi video, bahkan yang gratis seperti Skype, Google Hangouts dan Cisco Webex, sebenarnya sudah menerapkan keamanan mumpuni lewat enkripsi sehingga sukar diintip orang lain.
"Kalau video conference dienkripsi minimal 56-bit atau 128-bit, secara teknis sulit sekali menyadap dan mendekripsi data video conference," ujar Alfons saat dihubungi KompasTekno,
Selasa (24/3/2020).
Memang, kadang bisa ada orang tak diundang masuk ke meeting, seperti marak dikenal dengan istilah "zoombombing". Tapi ini disebabkan oleh kecerobohan penyelenggara yang menyebarkan link undangan ke ruang rapat virtual secara publik.
Meski demikian, Alfons menambahkan bahwa celah keamanan bisa muncul saat pengguna coba menyimpan rekaman percakapan yang dilakukan lewat video conference. Jika disimpan di komputer, maka timbul risiko file tersebut bisa diambil orang tak bertanggung jawab.
Baca juga: Alasan Zoom Banyak Dipakai untuk Rapat hingga Kuliah dari Rumah
Alfons pun menyarankan untuk menyimpan file di layanan video conference yang telah didukung oleh "multi Factor authentication" serta menerapkan end-to-end encryption supaya keamanannya terjamin.
"Risiko video conference tidak hanya di data transfer saja, melainkan penyimpanan data video conference. Jadi sebaiknya data video conference tidak disimpan di komputer karena itu yg akan menjadi titik terlemah pengamanan data," pungkasnya.