Sementara, false negative mungkin saja menunjukan hasil negatif, tapi bukan berarti orang tersebut benar-benar tidak terinfeksi.
"Jika Anda memberi keterangan false negative, maka mereka akan berjalan-jalan dan bisa membuat banyak orang sakit, dibanding memberikan keterangan false positive lebih banyak, mungkin beberapa orang mendapatkan hasil tes yang tidak mereka butuhkan," jelas Striner.
Akurasi belum teruji
Untuk sekarang, masih belum bisa dipastikan seberapa akurat aplikasi ini mendeteksi infeksi Covid-19. Baik Striner dan Sigh mengatakan, apapun hasil tes dari aplikasi tidak bisa digunakan sebagai saran medis.
"Akurasinya belum bisa diuji saat ini karena kami belum melakukan uji coba terverifikasi yang diperlukan," kata Sigh.
Aplikasi tersebut juga masih dalam tahap pengembangan dan belum mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) maupun Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Baca juga: Inilah yang Banyak Di-googling Orang Indonesia Saat Pandemi Corona
Tujuan utama aplikasi ini adalah untuk mengumpulkan lebih banyak data suara baik dari orang yang terinfeksi maupun sehat untuk membuat algoritma semakin cerdas mendeteksi.
Jadi, misalnya ada pengguna aplikasi yang memiliki riwayat penyakit pernapasan tertentu, algoritma bisa merekam bagaimana suara dari jenis penyakit tersebut.
"Jika nanti aplikasi ini digunakan untuk layanan publik, hasilnya harus tetap diverifikasi oleh tim medis profesional dan melalui uji coba oleh lembaga terkait seperti CDC," kata Bhiksha Raj, profesor Carneige Mellon yang juga menjadi salah satu anggota tim peneliti proyek.
Ia mengatakan, aplikasi tersebut bisa membantu orang untuk menentukan langkah medis berdasarkan hasil indikatornya. Itu artinya, aplikasi ini tetap saja tidak akan seakurat hasil laboratorum dengan alat medis yang lebih mutakhir dan sesuai.
Baca juga: Vaksin Anti-corona yang Didanai Bill Gates Siap Diuji Coba
Dikiritik
Meski terdengar menarik, namun Ashwin Vasan, profesor Columbia University Medical, justru memberikan kritik. Ia keberatan apabila aplikasi ini benar-benar dirilis di tengah pandemi.
"Terlepas dari niat baik tim peneliti yang membantu krisis, kabar ini bukanlah yang ingin kami sampaikan di luar sana," katanya, dirangkum KompasTekno dari Futurism, Rabu (8/4/2020).
Ia mengatakan, saat ini para tim medis di berbagai negara kekurangan alat-alat tes yang bagus untuk mendiagnosa virus corona secara akurat. Selain itu, para petugas medis juga kekurangan alat pelindung diri (APD) serta ventilator untuk pasien kritis.
"Mari kita tetap fokus pada hal tersebut, apalagi para pemimpin di Washington tampak tidak bisa memenuhi kebutuhan paling dasar itu," jelasnya.
Baca juga: Menara BTS di Inggris Dibakar Massa karena Hoaks Virus Corona
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.