Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duo Unicorn Gojek dan Grab Dibuat "Merana" oleh Corona

Kompas.com - 24/06/2020, 19:55 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Oik Yusuf

Tim Redaksi

Sumber TechCrunch

KOMPAS.com - Dalam sepekan, dua perusahaan startup besar menyampaikan kabar sedih. Tanggal 16 Juni lalu, Grab mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 360 karyawan di semua negara operasionalnya, termasuk Indonesia.

Jumlah itu setara dengan 5 persen dari total karyawan Grab. Sepekan kemudian, pada 23 Juni, Gojek menyusul dengan PHK 430 karyawan atau sekitar 9 persen dari total karyawan Gojek. Sebagian besar adalah karyawan yang berkaitan dengan layanan GoLife dan GoFood Festival.

Baca juga: Grab Mem-PHK 360 Karyawan, Termasuk di Indonesia

Keputusan kedua perusahaan startup unicorn itu merupakan imbas dari pandemi Covid-19 yang belum juga usai hingga memasuki bulan keempat sejak pengumuman kasus pertama di Indonesia. Situasi Gojek dan Grab pun merana.

CEO dan Co-Founder Grab, Anthony Tan mengatakan sudah merasakan dampak pandemi di bisnis Grab sejak Februari. Di tengah ketidakpastian kapan pandemi ini akan benar-benar usai, ia memperkirakan resesi berkepanjangan akan terjadi.

Grab pun melakukan berbagai upaya untuk beradaptasi dengan keadaan, hingga akhirnya terpaksa melakukan perampingan organisasi.

"Selama beberapa bulan terakhir, kami telah meninjau semua komponen biaya, mengurangi pengeluaran, dan menerapkan pemotongan gaji untuk manajemen senior," kata Anthony.

Baca juga: Gojek PHK 430 Karyawan akibat Pandemi Covid-19

Hal yang sama juga diungkapan co-CEO Gojek, Andre Sulistyo dan Kevin Aluwi melalui e-mail kepada karyawannya. Seperti Grab, Gojek juga melakukan berbagai upaya untuk efisiensi  perusahaan.

"Kami tidak cukup mengantisipasi adanya penurunan yang tidak dapat dihindari seperti pandemi yang terjadi saat ini, dan sekarang kami membayar harganya," jelas Andre.

Perubahan bisnis

Baik Grab dan Gojek, kini sama-sama fokus pada bisnis inti mereka yang saling beririsan, yakni transportasi, layanan pesan-antar makanan, dan uang elektronik.

Menurut Fithra Faisal Hastiadi, pengamat ekonomi digital Universitas Indonesia (UI) sekaligus Direktur Eksekutif Next Policy, keputusan Grab dan Gojek bukan berarti mereka mengalami kerugian besar.

Keputusan itu merupakan perubahan strategi bisnis dengan lebih fokus mengembangkan bisnis inti dan meninggalkan bisnis non-essential.

Baca juga: GoClean dan GoMassage Ditutup 27 Juli, Gojek Fokus ke 3 Bisnis Ini

"Saya rasa ini salah satu langkah pivotal, yang mana apabila mereka mempertahankan ini (bisnis non-essential) ongkos operasionalnya akan tinggi sekali" jelas Fithra melalui sambungan telepon.

Lebih lanjut, Fithra mengatakan sektor industri teknologi saat ini menjadi salah satu yang berkinerja cukup baik di tengah pandemi, terutama layanan pengiriman (delivery) dan teknologi finansial (fintech) seperti Gopay -dompet digital Gojek.

Bergerak ke uang elektronik

Halaman:
Sumber TechCrunch


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com