KOMPAS.com - Dalam sepekan, dua perusahaan startup besar menyampaikan kabar sedih. Tanggal 16 Juni lalu, Grab mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 360 karyawan di semua negara operasionalnya, termasuk Indonesia.
Jumlah itu setara dengan 5 persen dari total karyawan Grab. Sepekan kemudian, pada 23 Juni, Gojek menyusul dengan PHK 430 karyawan atau sekitar 9 persen dari total karyawan Gojek. Sebagian besar adalah karyawan yang berkaitan dengan layanan GoLife dan GoFood Festival.
Baca juga: Grab Mem-PHK 360 Karyawan, Termasuk di Indonesia
Keputusan kedua perusahaan startup unicorn itu merupakan imbas dari pandemi Covid-19 yang belum juga usai hingga memasuki bulan keempat sejak pengumuman kasus pertama di Indonesia. Situasi Gojek dan Grab pun merana.
CEO dan Co-Founder Grab, Anthony Tan mengatakan sudah merasakan dampak pandemi di bisnis Grab sejak Februari. Di tengah ketidakpastian kapan pandemi ini akan benar-benar usai, ia memperkirakan resesi berkepanjangan akan terjadi.
Grab pun melakukan berbagai upaya untuk beradaptasi dengan keadaan, hingga akhirnya terpaksa melakukan perampingan organisasi.
"Selama beberapa bulan terakhir, kami telah meninjau semua komponen biaya, mengurangi pengeluaran, dan menerapkan pemotongan gaji untuk manajemen senior," kata Anthony.
Baca juga: Gojek PHK 430 Karyawan akibat Pandemi Covid-19
Hal yang sama juga diungkapan co-CEO Gojek, Andre Sulistyo dan Kevin Aluwi melalui e-mail kepada karyawannya. Seperti Grab, Gojek juga melakukan berbagai upaya untuk efisiensi perusahaan.
"Kami tidak cukup mengantisipasi adanya penurunan yang tidak dapat dihindari seperti pandemi yang terjadi saat ini, dan sekarang kami membayar harganya," jelas Andre.
Perubahan bisnis
Baik Grab dan Gojek, kini sama-sama fokus pada bisnis inti mereka yang saling beririsan, yakni transportasi, layanan pesan-antar makanan, dan uang elektronik.
Menurut Fithra Faisal Hastiadi, pengamat ekonomi digital Universitas Indonesia (UI) sekaligus Direktur Eksekutif Next Policy, keputusan Grab dan Gojek bukan berarti mereka mengalami kerugian besar.
Keputusan itu merupakan perubahan strategi bisnis dengan lebih fokus mengembangkan bisnis inti dan meninggalkan bisnis non-essential.
Baca juga: GoClean dan GoMassage Ditutup 27 Juli, Gojek Fokus ke 3 Bisnis Ini
"Saya rasa ini salah satu langkah pivotal, yang mana apabila mereka mempertahankan ini (bisnis non-essential) ongkos operasionalnya akan tinggi sekali" jelas Fithra melalui sambungan telepon.
Lebih lanjut, Fithra mengatakan sektor industri teknologi saat ini menjadi salah satu yang berkinerja cukup baik di tengah pandemi, terutama layanan pengiriman (delivery) dan teknologi finansial (fintech) seperti Gopay -dompet digital Gojek.
Bergerak ke uang elektronik
Gojek dan Grab diprediksi akan bergerak ke bisnis uang elektronik. Terutama Gojek yang baru saja mendapat kucuran dana dari investor besar Facebook dan Paypal.
Baca juga: Facebook dan PayPal Tanam Modal di Gojek
Tidak diketahui berapa besarnya dana yang disuntikkan Facebook dan PayPal ke Gojek, namun dihimpun KompasTekno dari TechCrunch, Kamis (24/6/2020), lewat pendanaan itu, total pendanaan baru yang didapat Gojek diklaim mencapai 3 miliar dollar AS (Rp 42 triliun).
Kabarnya, platform pembayaran digital PayPal dan WhatsApp Pay akan terintegrasi dengan aplikasi GoPay. WhatsApp Pay sudah lama diisukan akan hadir di Indonesia dengan menumpang salah satu pemain fintech lokal.
Baca juga: Gojek PHK 430 Karyawan, Bagaimana Nasib Driver Ojol?
Pandemi Covid-19 memang memukul bisnis di semua sektor dan perusahaan, baik besar maupun rintisan atau startup. Tapi menurut Fithra, dampak yang dirasakan akan berbeda untuk masing-masing startup, tergantung inti bisnis yang mereka jalankan.
Startup travel termasuk yang terdampak terparah. AirBnB, misalnya, telah melakukan PHK terhadap 1.900 karyawan pada bulan Mei lalu.