Dampak buruknya, bahak kimia yang terkandung di dalam komponen elektronik bisa mencemari tanah dan saluran air.
Laporan yang sama juga menyoroti anak-anak yang tinggal, bekerja, dan bermain di wilayah daur ulang sampah elektronik informal.
Mereka bisa menghirup gas beracun yang dilepaskan saat komponen elektronik dibakar atau bahan kimia yang masuk ke dalam kotoran yang diinjak anak-anak saat mereka bermain.
Para pekerja dewasa yang menggunakan senyawa asam untuk menghilangkan emas dari bahan elektronik, bisa saja membuang bahan kimia ke saluran air, meresap di tanah dan mencemari sistem makanan.
"Tidak ada cara yang mudah, khususnya karena e-waste adalah aliran sampah yang kompleks," kata Forti, dihimpun KompasTekno dari Earther Gizmodo, Kamis (9/7/2020).
Baca juga: Medali Olimpiade Tokyo 2020 Terbuat dari Limbah Smartphone
Konsumsi elektronik meningkat
Masalah sampah elektronik semakin memburuk dengan konsumi elektronik yang kian meningkat.
Hanya 78 negara yang memiliki kebijakan, regulasi, dan legislasi untuk menangani masalah sampah elektronik ini.
Negara-negara tersebut kebanyakan berasal dari Uni Eropa yang memiliki tingkat pengumpulan dan daur ulang yang tinggi.
Seperti sampah lainnya, mengatasi masalah sampah elektronik perlu upaya bersama, baik dari pemerintah, produsen, dan konsumen.
Sayangnya, dalam laporan tersebut dikatakan bahwa ada beberapa negara yang gagal melaporkan bagaimana mereka menangani limbah elektronik.
Diprediksi, dunia akan menghasilkan sekitar 74,7 juta ton sampah elektronik pada tahun 2030.
Baca juga: Bisa Jadi Limbah, iPhone Bekas Dilarang Masuk India
Prediksi itu bisa lebih rendah, asalkan konsumen melakukan perubahan dalam pembuangan elektronik, misalnya saja seperti mendaur ulang sampah elektronik dan menuntut pihak terkait untuk membuat program daur ulang limbah elektronik lebih banyak.
Namun catatan lebih penting diperuntukan bagi pembuat regulasi yang harus segera mencari cara bagaimana cara menangani sampah elektronik sebelum "mengubur" populasi manusia perlahan-lahan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.