Kemudahan akses database yang terkesan belum aman ini, lanjut Pratama dalam keterangan tertulis yang diterima KompasTekno, Selasa (4/8/2020), disebabkan oleh belum adanya regulasi atau undang-undang yang mengatur tentang perlindungan data.
“Masalah utama di Tanah Air belum ada UU yang memaksa para penyedia jasa sistem elektronik ini untuk mengamankan dengan maksimal data masyarakat yang dihimpunnya. Sehingga, data yang seharusnya semua dienkripsi, masih bisa dilihat dengan mata telanjang,” kata Pratama.
Ia pun meminta pemerintah untuk mempercepat pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi supaya kasus kebocoran data seperti ini bisa diusut secara tuntas dan keamanan data pribadi masyarakat bisa terjamin.
Baca juga: RUU Perlindungan Data Pribadi Ditargetkan Selesai Oktober 2020
Terkait kebocoran data sendiri, Pratama mengimbau pengguna untuk selalu waspada dan mengamankan akun dengan segala fitur keamanan yang tersedia.
“Sebelum pemilik layanan bisa mengamankan data pribadi penggunanya, kita juga harus bisa mengamankan data pribadi kita sendiri. Misalnya yang buat password yang baik dan kuat, aktifkan two factor authentication," ujar Pratama.
Ia juga mengimbau pengguna untuk selalu memasang antivirus di perangkat masing-masing, menghindari penggunaan wifi gratisan (public), dan waspada ketika membuka tautan yang mencurigakan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.