Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugatan RCTI soal Live di Medsos: Sikap KPI dan Komentar Masyarakat

Kompas.com - 28/08/2020, 17:12 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Reza Wahyudi

Tim Redaksi

Komentar masyarakat

Berbeda dengan KPI, gugatan RCTI dan iNews justru mendapat reaksi negatif dari masyarakat secara umum. Termasuk kreator konten gadget K2Gadgets, Kartolo. Menurut dia, menghadapi perubahan zaman adalah dengan melawannya atau berinovasi.

"Pilihan RCTI untuk melawan perubahan secara membabi buta akan jauh menurunkan citra stasiun televisi tersebut, terutama di mata milenial," kata Kartolo, kepada KompasTekno, Jumat.

Kritik juga dilontarkan Muhamad Heychael, Koordinator Divisi Penelitian Lembaga Pusat Kajian Media dan Komunikasi Remotivi. Menurut Heychael, gugatan yang diajukan RCTI dan iNews tidak masuk akal.

"Dan bagi saya ini berbahaya karena akan membatasi kebebasan berekspresi," kata Heychael.

Dia menjelaskan bahwa dalam UU Penyiaran, frekuensi milik publik diatur secara ketat. Sebab, kepemilikannya adalah publik dan tidak bisa sepenuhnya bisnis.

Siaran televisi, menurut Heycahel, pilihannya tidak banyak, berbeda ketika masyarakat menggunakan media lewat akses internet.

"Karena internet sistemnya jaringan, bukan komunikasi massa," imbuhnya.

Baca juga: Indonesia Akan Dikucilkan Internasional jika Live di Medsos Dilarang

Selain itu, Heychael mengatakan apabila gugatan ini dikabulkan maka akan mengkerdilkan ruang demokrasi dan kebebasan berekspresi.

Hal ini juga akan menjadi preseden buruk bagi Indonesia, sebab berkaca dari negara lain, perusahaan OTT lebih banyak diatur pada aspek bisnisnya.

"Misalnya di AS itu yang diatur soal hate speech, pajaknya ditarik, yang diatur aspek bisnisnya bukan boleh atau tidak boleh (membuat siaran) dan harus izin atau sebagainya," jelasnya.

Hal senada juga dikatakan Agung Laksamana, Ketua Umum Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia. Dari kacamata perhumasan, era digital sejatinya harus disambut baik karena menumbuhkan kreativitas dan menciptakan peluang baru.

Saat ini, banyak humas atau Public Relation (PR) perusahaan maupun instansi memanfaatkan siaran langsung di platform media sosial untuk mengkomunikasikan pesan kepada konsumen atau publik.

Menurut Agung, berlebihan apabila media sosial diatur hingga perlu izin penyiaran.

"Yang perlu didorong adalah komitmen self-regulation dari penyelenggara platform dan literasi media digital untuk meningkatkan pengetahuan dan tanggungjawab sosial pengguna internet," ujar Agung melalui pesan singkat.

Baca juga: Selain di Indonesia, Izin Siaran di Medsos Juga Dipermasalahkan di Malaysia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com