Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Smartwatch Bisa Cek Oksigen Darah untuk Deteksi "Happy Hipoxia", Akuratkah?

Kompas.com - 07/09/2020, 12:47 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

Hasil riset yang dilakukan Schrading senada dengan penelitian serupa berjudul "Comparison of smartphone application-based vital sign monitors without external hardware versus those used in clinical practice: a prospective trial" yang dipublikasikan Springer pada 2016.

Dalam penelitian itu juga disebutkan bahwa "tingkat korelasi antara pemeriksaan rutin dalam praktik klinis dan aplikasi berbasis smartphone yang diteliti, tidak cukup untuk merekomendasikan pemanfaatan klinis".

Disebutkan pula bahwa data yang tidak akurat yang diberikan aplikasi berpotensi membahayakan pasien. Penelitan terbaru yang diterbitkan oleh Center for Evidence-Based Medicine Universitas Oxford juga memberikan hasil yang sama.

Dalam penelitian itu juga disebutkan beberapa alasan mengapa aplikasi pemeriksaan oksimetri di gadget sebaiknya tidak dijadikan acuan utama. Pertama, kumpulan data atau dataset yang diujikan tidak menyertakan berbagai macam jenis kulit.

Baca juga: Arloji Pintar Galaxy Watch 3 Bisa Deteksi Kadar Oksigen Dalam Darah

Kedua, dataset yang diuji mencakup kisaran saturasi oksigen yang terbatas. Sebagian besar berada pada kisaran normal, yakni 95-100 persen.

Sementara oksimeter yang digunakan secara klinis harus mencakup saturasi oksigen 70 persen hingga 100 persen. Terakhir, tidak ada dataset independen yang menguji akurasi aplikasi.

"Saturasi oksigen yang diberikan oleh teknologi seperti itu (aplikasi di smartphone atau smartwatch) sebaiknya tidak dipercaya," tulis penelitian tersebut.

Beda standar pemeriksaan

Seperti disebutkan sebelumnya, standar pengukuran aplikasi dan oksimeter medis dalam mengukur tingkat oksigen dalam darah berbeda.

Dalam pemeriksaan medis, perangkat mengirimkan dua panjang gelombang cahaya yang berbeda melalui pemindaian ujung jari oleh sensor.

Gelombang cahaya tersebut adalah merah (red light) dan infrared. Hemoglobin, protein yang membawa oksigen ke dalam darah, menyerap lebih banyak infrared ketika membawa oksigen.

Sebaliknya, jika tidak membawa cukup banyak oksigen maka menyerap lebih banyak cahaya merah.

Dari situlah perangkat menghitung seberapa banyak oksigen yang bersirkulasi di dalam tubuh.
Sementara itu, smartphone rata-rata hanya memiliki cahaya putih (white light).

Sehingga, smartphone tidak bisa memeriksa secara akurat. Beberapa smartwatch emang memiliki cahaya merah namun hasilnya disebut tidak seakurat oksimeter medis.

Ada pula smartwatch yang memeriksa oksimetri dengan melacak aktivitas tidur pengguna, atau aliran darah di pergelangan tangan, yang tentunya tidak seakurat dengan pemindaian di ujung jari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com