Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Smartwatch Bisa Cek Oksigen Darah untuk Deteksi "Happy Hipoxia", Akuratkah?

Kompas.com - 07/09/2020, 12:47 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Happy hypoxia menjadi momok baru, karena bisa menjadi penyebab pasien Covid-19 meninggal dunia tanpa ada gejala. Banyak kasus menunjukan pasien Covid-19 dengan happy hypoxia, mendadak sesak nafas berat, dan akhirnya meninggal dunia.

Happy hypoxia sendiri merupakan istilah yang merujuk pada kondisi kurangnya kadar darah di dalam jaringan tubuh, tapi tidak menimbulkan reaksi atau keluhan di organ-organ tubuh.

Istilah ini berbeda dengan hypoxemia yang merujuk pada kurangnya kadar oksigen dalam darah, yang umumnya menimbulkan reaksi atau respon tubuh berupa gejala dan keluhan beberapa organ.

Baca juga: 5 Besar Pabrikan Smartwatch dan Daftar Jam Pintar Terlaris

Dalam kasus tertentu, hypoxemia yang berkelanjutan bisa menyebabkan hypoxia. Kendati berakibat fatal, hypoxemia bisa dicegah dengan melakukan pemeriksaan oksimetri secara mandiri menggunakan oksimeter.

Untuk diketahui, oksimeter merupakan alat pengukur kadar oksigen di dalam darah tubuh lewat ujung jari tangan. Cukup menempelkan ujung jari tangan, lalu sensor akan memindai saturasi oksigen dalam darah.

Apabila hasil saturasi oksigen 95 persen ke atas, maka tidak ada hypoxemia. Sebaliknya, jika hasilnya berada di bawah 94 persen maka terjadi hypoxemia dan disarankan melakukan pemeriksaan medis untuk mengetahui ada gejala pneumonia atau tidak.

Oksimeter dibeli secara mandiri dan dijual di beberapa e-commerce dengan harga ratusan hingga jutaan rupiah. Namun, beberapa orang memilih menggunakan fitur atau aplikasi yang ada di smartphone atau smartwatch.

Beberapa gadget memang memiliki fitur pengukur kadar oksigen dalam darah, namun apakah akurat?

Jangan asal percaya

Salah satu aplikasi mengklaim bisa melakukan pemeriksaan oksimetri menggunakan kamera smartphone hanya dengan meletakkan jari di kamera, untuk membaca kadar oksigen. Namun, para dokter menyangsikan hal ini.

Walter Schrading, direktur kantor kedokteran Universitas Alabama di Sekolah Kesehatan Birmingham, mengatakan bahwa mengandalkan aplikasi untuk mengecek level oksigen dalam darah secara mandiri bisa berakibat fatal.

Baca juga: Apple Patenkan Pendeteksi Gula Darah di Arloji Pintar

Menurutnya, meskipun aplikasi tersebut bisa melakukan pemeriksaan oksimetri, tapi hasilnya tidak akurat, terutama jika kadar oksigen dalam darah sudah sangat rendah. Orang yang sebenarnya memiliki kadar oksigen rendah, bisa saja disebut "normal" oleh aplikasi.

"Mereka (aplikasi pemeriksaan oksimetri) tidak bekerja dengan baik ketika Anda benar-benar membutuhkannya untuk melakukan pemeriksaan, saat kadar oksigen Anda sudah sangat rendah," jelas Schrading.

Padahal, apabila kadar oksigen sudah sangat rendah, potensi kerusakan organ tubuh semakin besar. Dirangkum KompasTekno dari The Verge, Senin (7/9/2020), Schrading dan koleganya pernah mengevaluasi kinerja tiga aplikasi oksimeter pada tahun 2019.

Hasilnya, aplikasi-aplikasi itu tidak cukup meyakinkan untuk mengidentifikasi orang yang tidak memiliki cukup oksigen.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com