Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembuat Game Fortnite Ungkap Hambatan Tembus Asia Tenggara

Kompas.com - 15/09/2020, 16:01 WIB
Bill Clinten,
Reza Wahyudi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pelopor mesin game "Unreal Engine" dan pembuat game Fortnite, Epic Games, mengaku masih kesulitan untuk melebarkan sayap ke pasar Asia Tenggara.

Hal tersebut dihambat oleh beberapa faktor, di antaranya seperti bahasa, konektivitas, sistem pembayaran, dan lain sebagainya yang berbeda di tiap negara.

Setidaknya begitu menurut General Manager Southeast Asia & India, Epic Games, Quentin Staes-Polet, dalam wawancara dengan KompasTekno beberapa pekan lalu.

"Menurut saya, industri game di Asia Tenggara masih sangat fragmented. Karena di kawasan ini ada perbedaan di sisi bahasa, konektivitas, pembayaran, dan beberapa hal lainnya," kata Quentin kepada KompasTekno.

Quentin menjelaskan beragam faktor tersebut bisa menjadi tantangan tersendiri bagi para pembuat (developer) game asing, seperti Epic Games yang berasal dari Amerika Serikat, untuk berkembang

General Manager Southeast Asia & India, Epic Games, Quentin Staes-PoletEpic Games General Manager Southeast Asia & India, Epic Games, Quentin Staes-Polet

Sebab, para pengembang asing ini sejatinya perlu melakukan proses pelokalan atau penerjemahan bahasa antar menu di dalam game, sehingga lebih relevan dengan pengguna di kawasan tersebut. 

Fortnite sendiri saat ini belum mendukung bahasa Indonesia, berikut bahasa negara-negara lainnya di Asia Tenggara, karena Quentin mengaku proses pelokalan tersebut terbilang cukup sulit.

Namun, apabila proses pelokalan bisa dilakukan, pengembang game sejatinya bisa sukses di kawasan yang mereka sambangi.

Quentin lantas mencontohkan pengembang game asal Singapura, Garena, yang ia anggap cukup sukses di Asia Tenggara.

Menurut dia, pembuat game Free Fire ini bisa sukses karena mereka memiliki fokus di kawasan lokal ke negara-negara tetangganya.

"Ada beberapa pengembang game yang sukses di Asia Tenggara, seperti Garena, karena mereka fokus secara lokal, sehingga mereka mengerti dan dekat dengan pengguna di kawasan tersebut," imbuh Quentin.

Baca juga: Pembuat Game Fortnite Mulai Serius Garap Pasar Indonesia

Sulit dimonetisasi

Selain proses pelokalan yang ia anggap tidak semudah membalikkan telapak tangan, pasar Asia Tenggara juga disebut kurang memihak developer game kecil atau para pembuat game independen (indie).

Di samping kawasan Asia Tenggara yang cukup luas, hal itu juga disebabkan oleh sejumlah faktor seperti proses distribusi, lokalisasi, sistem pembayaran game, dan lain sebagainya.

Sehingga, para pengembang ini sulit untuk memonetisasi game buatan mereka sendiri di pasar tersebut.

"Para pengembang kecil sulit untuk berkembang di Asia Tenggara karena game mereka biasanya juga sulit untuk dimonetisasi, sebagai dampak dari beragam faktor kompleks di kawasan ini," tutur Quentin.

Quentin kemudian menambahkan bahwa kawasan Asia Tenggara sendiri sebenarnya cukup potensial lantaran memiliki luas serta basis pengguna yang cukup besar.

Namun, pasar ini disebut belum cocok untuk pengembang game yang ingin meraup keuntungan, kecuali mereka telah menghadirkan sederet solusi atas beragam faktor yang tadi sudah disebutkan, sehingga bisa menyesuaikan biaya pengembangan game.

"Pasarnya sendiri sebenarnya cukup besar, namun rata-rata pendapatan per pengguna (average revenue per user/ARPU), menurut saya, tergolong masih cukup rendah karena developer harus menyesuaikan biaya yang dikeluarkan," ujar Quentin.

"Kalau mau mencari keuntungan sebenarnya bisa, namun secara keseluruhan, pasar ini (Asia Tenggara) tak mudah untuk dipenetrasi," pungkas Quentin.

Baca juga: Rangkaian E-mail Ungkap Awal Mula Perseteruan Fortnite dan Apple

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com