Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Balon Internet Google Loon di Indonesia dan Hambatannya

Kompas.com - 01/10/2020, 12:41 WIB
Yudha Pratomo,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

Pada Maret 2015 Google Loon kembali terdeteksi terbang di Indonesia.
Balon helium dengan kode "HBAL436" itu terlihat melintasi laut jawa dengan ketinggian sekitar 20.400 meter dan bergerak dengan kecepatan 37 knot.

Beberapa bulan setelahnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) periode 2014-2019, Rudiantara, memastikan bahwa Google Loon akan hadir di Indonesia.

Namun, kehadiran tersebut baru sebatas uji coba saja.

Balon Google tidak bisa begitu saja terbang di Indonesia. Google Loon harus mengikuti ketentuan yang berlaku, termasuk dengan menggandeng operator seluler di Tanah Air.

Rudiantara kala itu mengatakan sempat bertemu dengan pihak Google terkait penggunaan balon ini. Google disebut meminta izin untuk menggunakan frekuensi 900 Mhz dan 700 Mhz untuk uji coba, namun tidak dikabulkan.

Baca juga: OpenBTS Terlarang, Balon Internet Google Melenggang

Pasalnya, alokasi frekuensi 900 Mhz sudah digunakan untuk tiga operator seluler, sementara 700 Mhz masih digunakan untuk televisi analog.

Oleh karena itu, Google Loon harus masuk melalui existing player dengan cara merangkul operator seluler yang ada di Indonesia, bukan menggunakan alokasi spektrum sendiri.

Alhasil, uji coba Google Loon kemudian disepakati dengan menggandeng tiga operator seluler di Indonesia yakni Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat.

Uji coba tersebut digunakan menggunakan jaringan 4G LTE pada frekuensi 900 Mhz.

Jangka waktu pengujian tersebut dikatakan mencapai setahun. Setelah rampung, komersialisasinya membutuhkan waktu dua hingga tiga tahun.

Jika benar-benar diadopsi, komersialisasi Google Loon di Indonesia seharusnya bisa dilakukan pada 2018 atau 2019.

Beda sikap pada Google Loon dan OpenBTS

Inisiasi untuk memperluas jaringan internet ke wilayah 3T di Tanah Air sebenarnya tidak hanya muncul dari Google Loon. OpenBTS yang diajukan atas inisiatif justru kurang mendapat dukungan pemerintah.

OpenBTS merupakan ukuran mini (downsizing) dari BTS reguler. Perangkat keras yang digunakan berupa universal software radio peripheral (USRP) untuk memancarkan sinyal jaringan standar seluler (GSM).

Terbentur regulasi

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com