Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Film Dokumenter "The Social Dilemma" di Netflix Gambarkan Seramnya Media Sosial

Kompas.com - 02/10/2020, 15:01 WIB
Conney Stephanie,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pada awal September, Netflix merilis film dokumenter terbarunya yang berjudul "The Social Dilemma".

Dokumenter ini disutradarai oleh Jeff Orlowski, yang juga merupakan menggarap film dokumenter populer, Chasing Ice dan Chasing Coral.

Secara garis besar, film ini berisi pandangan dari para mantan pegawai dan eksekutif perusahaan raksasa teknologi dan media sosia. Seperti Facebook, Google, YouTube, Twitter, Instagram, hingga Pinterest.

Di era digital saat ini, The Social Dilemma relevan bagi masyarakat. Dokumenter ini juga memberi gambaran betapa "menyeramkannya" media sosial yang sudah melekat dengan kehidupan manusia.

Film ini menceritakan bahwa semua aktivitas yang kita lakukan di internet (media sosial) diawasi, direkam, dan diukur oleh sistem yang telah dirancang sedemikian rupa.

Aktivitas yang dimaksud seperti ketika kita sedang melihat sebuah konten, berapa lama kita melihatnya, konten seperti apa yang sering kita sukai, komentar yang kita bagikan, dan lainnya.

Memata-matai pengguna

Selain itu, algoritma yang diceritakan dalam film ini juga menampilkan bahwa media sosial dapat mengukur dan mengetahui kondisi yang dirasakan oleh penggunanya.

Seperti ketika sedang sedih, bahagia, kesepian, depresi, bahkan mereka tahu apa yang kita lakukan saat larut malam.

Baca juga: Film Cuties Diminta Dihapus dari Netflix

Dengan memantau aktivitas penggunanya, bahkan media sosial dapat mengelompokkan apakah seseorang itu masuk dalam kategori ekstrovert atau introvert.

Data-data itu juga digunakan untuk memprediksi konten seperti apa yang akan mereka rekomendasikan untuk penggunanya, dengan tujuan agar kita menghabiskan waktu lebih lama di media sosial.

"Jadi, semua data yang kita berikan setiap saat, dimasukkan ke sistem yang nyaris tidak diawasi oleh manusia," kata Sandy Parakilas, mantan Manajer Operasional Facebook dalam dokumenter tersebut.

"Mereka terus membuat prediksi yang makin membaik tentang apa yang kita lakukan dan siapa diri kita," lanjut Sandy.

Guillaume Chaslot, mantan pegawat YouTube juga mengakui bahwa YouTube turut meningkatkan polarisasi di tengah masyarakat.

Chaslot mengatakan, bahwa algoritma berupaya untuk menemukan beberapa cara yang mereka sebut sebagai "rabbit hole" untuk mempengaruhi penggunanya.

Maka tak heran, ketika Anda telah menonton salah satu dari beberapa video di YouTube, maka video yang serupa atau sama akan direkomendasikan secara terus menerus.

Baca juga: Koneksi Internet Terkencang Bisa Unduh Seluruh Isi Netflix dalam 1 Detik

Mempengaruhi psikologi

Selain menampilkan fakta dan argumen dari mantan petinggi perusahaan teknologi, film ini juga mengilustrasikan bagaimana media sosial bekerja untuk mempengaruhi dan mengubah sikap serta pola pikir penggunanya.

Tak bisa dipungkiri, media sosial saat ini diibaratkan seperti kendaraan untuk mengoptimalkan hubungan antar manusia dan berpotensi besar untuk menimbulkan kecanduan.

Menurut Justin Rosenstein, mantan Facebook Engineer, tanpa disadari bahwa kebanyakan orang menganggap komentar atau emoticon yang mereka terima dari pengguna lain merupakan sebuah "penghargaan".

Bentuk emoticon hati, likes (jempol) dan ekspresi lainnya dianggap sebagai "nilai" atau tolak ukur kebenaran.

Bagi kalangan remaja dengan kondisi psikologis yang masih sangat labil, tentunya hal seperti itu juga bisa berbalik.

Satu komentar negatif pada unggahan foto di media sosialnya justru akan membuat mereka menjadi insecure, lebih rentan cemas, dan cenderung mudah depresi.

Akibatnya, mereka juga merasa tertekan dan seolah dituntut untuk mengikuti standar "kesempurnaan" seperti yang ada di media sosial.

Baca juga: Netflix Vs Disney Plus, Mana yang Lebih Irit Kuota Data?

Pengguna adalah produk

The Social Dilemma menceritakan bahwa perusahaan media sosial memiliki tiga tujuan utama, yaitu untuk mendorong pengguna agar terus menggulirkan layar, mendapat pengguna baru, dan menghasilkan banyak uang melalui iklan.

Mereka juga merancang cara khusus agar penggunanya dapat terus terpaku selama berjam-jam di media sosial. Alasannya tak lain yaitu untuk meningkatkan engagement.

Dalam film ini, diperlihatkan bahwa perusahaan teknologi maupun media sosial justru menjual perhatian penggunanya kepada pengiklan.

Mantan Head of UX Mozilla Labs, Aza Raskin, mengatakan bahwa perhatian kita adalah produk yang dijual kepada pengiklan.

"Jika kau tidak membayar produknya, berarti kaulah produknya," kata Aza Raskin.

Dari sudut pandang bisnis, sangat efisien untuk membuat pengguna terus online sehingga durasi untuk melihat dan menonton konten di media sosial semakin panjang.

Baca juga: Perbandingan Harga Langganan Netflix, Viu, Amazon Prime, dan Disney Plus di Indonesia

Algoritma yang dibangun di media sosial juga memiliki "perangkap" yang kuat dan menentukan perangkap mana yang paling sesuai dengan minat kita sebagai pengguna.

Mantan Manajer Operasional Facebook, Sandy Parakilas, menjelaskan bahwa beberapa perusahaan media sosial merancang algoritma yang dibangun untuk memberi ruang penyebaran berita palsu atau hoaks.

Informasi atau berita hoaks seperti itu dianggap mampu memancing semakin banyak perhatian pengguna. Dengan demikian, aliran uang dari iklan kepada perusahaan akan semakin lancar.

Bisnis yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan ini adalah model bisnis dengan mencari profit dari disinformasi.

Mereka menghasilkan uang dengan cara membebaskan informasi hoaks bisa beredar tanpa kontrol.

Terlepas dari hal itu, The Social Dilemma juga menyoroti sejumlah dampak positif yang diberikan media sosial pada penggunanya.

Berkat kehadiran media sosial, informasi sangat mudah didapatkan dan setiap individu bisa terhubung dengan siapa saja dan di mana saja.

Menurut sutradara Jeff Orlowski, film ini akan membantu penonton menyadari bagaimana media sosial telah menciptakan utopia dan distopia secara bersamaan.

Baca juga: Cara Menghemat Kuota Internet untuk Menonton Netflix dan Disney Plus


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

HP Vivo T3X 5G Meluncur dengan Snapdragon 6 Gen 1 dan Baterai Jumbo

HP Vivo T3X 5G Meluncur dengan Snapdragon 6 Gen 1 dan Baterai Jumbo

Gadget
Siap-siap, Pengguna Baru X Twitter Bakal Wajib Bayar Buat 'Ngetwit'

Siap-siap, Pengguna Baru X Twitter Bakal Wajib Bayar Buat "Ngetwit"

Software
Daftar Paket Internet eSIM Telkomsel, PraBayar, Roaming, Tourist

Daftar Paket Internet eSIM Telkomsel, PraBayar, Roaming, Tourist

e-Business
8 Cara Mengatasi Kode QR Tidak Valid di WhatsApp atau “No Valid QR Code Detected”

8 Cara Mengatasi Kode QR Tidak Valid di WhatsApp atau “No Valid QR Code Detected”

e-Business
Ramadhan dan Idul Fitri 2024, Trafik Internet Telkomsel Naik 12 Persen

Ramadhan dan Idul Fitri 2024, Trafik Internet Telkomsel Naik 12 Persen

Internet
Tampilan Baru WhatsApp Punya 3 Tab Baru, “Semua”, “Belum Dibaca”, dan “Grup”, Apa Fungsinya?

Tampilan Baru WhatsApp Punya 3 Tab Baru, “Semua”, “Belum Dibaca”, dan “Grup”, Apa Fungsinya?

Software
HMD Perkenalkan Boring Phone, HP yang Dirancang 'Membosankan'

HMD Perkenalkan Boring Phone, HP yang Dirancang "Membosankan"

Gadget
7 HP Kamera Boba Mirip iPhone Lengkap dengan Harga dan Spesifikasinya

7 HP Kamera Boba Mirip iPhone Lengkap dengan Harga dan Spesifikasinya

Gadget
Motorola Edge 50 Ultra dan 50 Fusion Meluncur, Harga mulai Rp 6 Jutaan

Motorola Edge 50 Ultra dan 50 Fusion Meluncur, Harga mulai Rp 6 Jutaan

Gadget
Apple Investasi Rp 255 Triliun di Vietnam, di Indonesia Hanya Rp 1,6 Triliun

Apple Investasi Rp 255 Triliun di Vietnam, di Indonesia Hanya Rp 1,6 Triliun

e-Business
Ketika Sampah Antariksa NASA Jatuh ke Bumi Menimpa Atap Warga

Ketika Sampah Antariksa NASA Jatuh ke Bumi Menimpa Atap Warga

Internet
CEO Apple Bertemu Presiden Terpilih Prabowo Subianto Bahas Kolaborasi

CEO Apple Bertemu Presiden Terpilih Prabowo Subianto Bahas Kolaborasi

e-Business
'Fanboy' Harap Bersabar, Apple Store di Indonesia Masih Sebatas Janji

"Fanboy" Harap Bersabar, Apple Store di Indonesia Masih Sebatas Janji

e-Business
WhatsApp Rilis Filter Chat, Bisa Sortir Pesan yang Belum Dibaca

WhatsApp Rilis Filter Chat, Bisa Sortir Pesan yang Belum Dibaca

Software
Steam Gelar 'FPS Fest', Diskon Game Tembak-menembak 95 Persen

Steam Gelar "FPS Fest", Diskon Game Tembak-menembak 95 Persen

Game
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com