Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riset: Indeks Kebebasan Internet di Indonesia Terus Menurun

Kompas.com - 23/10/2020, 14:31 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indeks kebebasan internet di Indonesia pada tahun 2020 menurun dari tahun sebelumnya. Berdasarkan laporan Freedom House, Indonesia meraih skor 49 dari maksimal 100 poin, menurun dua angka dari tahun lalu yang meraih skor 51.

Ini bukan pertama kalinya skor kebebasan internet di Indonesia menurun. Dalam lima tahun terakhir, skor ini terus mengalami tren negatif.

Pada tahun 2016, Indonesia mendapatkan skor cukup tinggi yakni 56. Lalu turun menjadi 53 pada tahun 2017 dan sempat naik ke angka 54 pada tahun 2018.

Di tahun 2019, skor Indonesia turun lagi ke angka 51 dan berlanjut ke 2020 menjadi 49.

Skor tersebut menjadikan Indonesia masuk dalam kategori partly free atau "bebas sebagian" yang masih sama seperti tahun lalu. Menurut studi yang dilakukan Freedom House, ada beberapa faktor yang membuat kebebasan internet di Indonesia kian merosot.

Salah satunya adalah pembatasan internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus dan September 2019.

Beberapa lembaga swadaya masyaralat (LSM) yang bergerak di isu HAM pun menggugat pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Presiden Joko Widodo.

Pengadilan Tata USaha Negara (PTUN) telah memutuskan bahwa pemutusan akses internet di Papua dan Papua Barat adalah perbuatan melamggar hukum. Tergugat, dalam hal ini Kemenkominfo dan Presiden RI diharuskan membayar biaya perkara.

Baca juga: Kominfo: UU Cipta Kerja Bikin Tarif Internet di Indonesia Makin Murah

Pada Januari 2020, Reuters melaporkan adanya keterlibatan militer dalam mendanai 10 situs berita online yang disebut menyebarkan propraganda pro pemerintah dan mengkritisi para pengkritik pemerintah.

Disebutkan pula bahwa ada penggunaan tim cybertroop dan bot (semacam buzzer) yang  menyebarkan infromasi yang dimanipulasi di sekitar aksi protes dan ketegangan politik lainnya.

Ancaman hukuman kriminal bagi jurnalis, aktivis, dan orang awam yang coba mengkritik pemerintah di ruang publik juga menjadi faktor.

Salah satunya seperti yang dialami Mohamad Sadli, editor media daring liputanpersada.com yang dihukum kurungan dua tahun karena mengritik proyek pemerintah daerah.

Kemudian, intimidasi dan doxing kepada orang-orang yang aktif di internet juga beberapa kali terjadi.

Baca juga: Mengenal Jaringan Kabel Bawah Laut, Jalan Tol Internet Dunia

Seperti yang dialami aktivis HAM untuk Papua, Veronica Koman, yang dilaporkan mendapat ancaman fisik serta beberapa informasi pribadinya diungkap ke publik lantaran dia getol memprotes kekerasan yang sering terjadi di Papua.

Bukan cuma Veronica, beberapa aktivis lain juga mengalami doxing dan akun media sosial mereka pun diretas, seperti yang dialami Ravio Patra, peniliti kebijakan publik.

Penyebab turunnya skor kebebasan internet di Indonesia lainnya adalah adanya serangan pada media online dengan menghapus artikel yang berisikan kritikan terhadap pemerintah terkait penanggulangan Covid-19.

 

Baca juga: Muncul Lagi, Rencana Pakai Balon Internet Google di Indonesia

Penyebab lain

Dihimpun KompasTekno dari Kompas.id, selain faktor di atas, ada penyebab lain yang membuat kebebasan internet Indonesia menurun.

Menurut Pengajar hukum tata negara Universitas Airlangga, Herlambang P Wiratraman, kriminalisasi menggunakan pasal pencemaran nama baik dan tanggung jawab otoritas yang tidak penuh melindungi masyarakat dari serangan digital, juga memperparah kebebasan berinternet.

Selain itu, penegakan hukum yang timpang dan disinformasi serta propaganda yang meracuni ruang publik, juga berkontribusi.

"Ini mengarah ke digital authoritarianism karena banyak kebebasan masyarakat sipil mengalami serangan tanpa ada tanggung jawab perlindungan dari otoritas, dan sementara itu otoritas sering kali menyalahgunakan wewenangnya utuk menyerang kemerdekaan sipil," kata Herlambang.

Baca juga: Gangguan Internet saat Lockdown di Singapura Berbuah Denda Rp 6,5 Miliar

Herlambang juga megatakan bahwa influencer dan pendengung yang ikut "meramaikan" ruang publik di media sosial juga dikhawatirkan mengganggu proses demokrasi di Tanah Air.

Herlambang sendiri tidak sepakat dengan pernyataan pemerintah yang mengatakan influencer adalah garis depan demokrasi. Seharusnya, menurut Herlambang, demokrasi lebih mengedepankan partisipasi publik.

Dalam laporannya, Freedom House mengapresiasi pencapaian gerakan masyarakat sipil di Indonesia yang membawa kebijakan pembatasan internet oleh pemerintah di Papua ke pengadilan.

Langkah ini merupakan litigasi strategis yang perlu ditiru kelompok masyarakat sipil lain di seluruh dunia untuk melawan sensor dan pemblokiran internet.

Baca juga: Pemerintah Sempat Batasi Internet di Papua


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com