"Ini kan isunya banyak, dari tarif, interkoneksi, penomoran, spektrum frekuensi, kualitas layanan, kemudian pengawasan dan pengendaliannya," paparnya.
Usulan lembaga baru seperti FCC
Heru berharap agar presiden menganulir pembubaran BRTi dan membentuk lembaga baru yang tidak hanya fokus di sektor telekomunikasi, namun juga multimedia. Sebab, beberapa negara lain saat ini juga tengah memperkuat lembaga regulasinya ke arah multimedia.
"Bahkan, digabungkan dengan Komisi Penyiarannya. Hanya di Indonesia kan UU Telekomunikadi dan Penyiaran dipisah," jelas Heru.
Hal senada juga diungkap Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi.
Mantan anggota Komite Regulasi BRTI ini mengusulkan agar pemerintah membentuk lembaga baru. "Palu sudah diketok, saya pikir lebih baik dicari bentuk yang lebih baik, supaya bentukannya lebih independen," jelasnya.
Baca juga: Asosiasi Telekomunikasi Ingin Ada Pengawas Independen UU PDP di Luar Pemerintah
Idealnya, menurut Ridwan, lembaga pengganti BRTI nantinya tidak di bawah menteri, namun setara dengan menteri. Sementara regulasi, pengendalian, dan pengawasan ada di tangan regulator yang dipilih masyarakat.
Dia mencontohkan lembaga Federal Communications Commission/FCC di Amerika Serikat.
Lima komisioner FCC ditunjuk langsung oleh presiden dan disetujui oleh senat Amerika Serikat. Komisioner tersebut bisa berasal dari partai.
Hal ini berbeda dengan Indonesia, di mana BRTI, diketuai oleh direktorat jenderal (dirjen) di bawah menteri.
"Bisa jadi Kominfo dipecah, sebagian berubah menjadi regulator, sebagian melakukan fungsi administrasi kebijakan. Regulator dikepalai komisioner yang dipilih masyarakat," jelas Ridwan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.