Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inggris Tolak Permintaan Ekstradisi Pendiri WikiLeaks ke AS

Kompas.com - 05/01/2021, 14:32 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Oik Yusuf

Tim Redaksi

Sumber TechCrunch

KOMPAS.com - Seorang hakim pengadilan distrik Inggris telah menolak untuk mengekstradisi pendiri WikiLeaks Julian Assange ke Amerika Serikat.

Dalam persidangan di Pengadilan Magistrat Westminster Senin (4/1/2021) pagi, Hakim Vanessa Baraitser menolak permintaan ekstradisi tersebut dengan alasan bahwa Assange memiliki kesehatan mental yang rapuh.

Assange memang didiagnosis mengidap gangguan spektrum autisme. Jurnalis kelahiran Australia itu gagal diadili setelah bebas dengan jaminan pada tahun 2012 ketika dia mencari suaka di kedutaan Ekuador di London, tempat dia tinggal selama tujuh tahun sebelum diusir dan ditangkap.

"Karena gangguan spektrum autisme itu, saya yakin bahwa risiko Assange akan bunuh diri sangat besar," tulis Hakim Baraitser dalam putusan setebal 132 halaman, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari TechCrunch, Selasa (5/1/2021)

Dengan begitu, apabila permintaan ekstradisi tetap dikabulkan, Hakim Baraitser mengatakan itu akan menjadi tindakan yang opresif terhadap Assange.

Baca juga: Julian Assange Disidang karena Bobol Password, Bukan Bocorkan Rahasia Negara

Hasil persidangan juga memerintahkan pembebasan segera terhadap Assange. Pihak AS memiliki waktu 14 hari untuk mengajukan banding terkait hasil putusan pengadilan tersebut. , Pemerintah AS mengatakan akan mengajukan banding atas keputusan Hakim Baraitser

Pihak AS sendiri memang bersikukuh membawa Assange ke negeri Paman Sam untuk diadili atas lebih dari 18 dakwaan, termasuk tuduhan spionase dan konspirasi peretasan yang membawa hukuman maksimal 175 tahun penjara.

Sebagai tambahan, pengacara sekaligus pasangan Assange, Stella Moris telah meminta kepada Presiden AS Donald Trump melalui Twitter untuk memberikan pengampunan kepada Assange sebelum presiden itu lengser pada 20 Januari.

Namun, walau Trump enggan melakukannya, ada spekulasi bahwa penggantinya, Presiden terpilih AS Joe Biden akan mengambil pendekatan yang lebih halus terhadap proses ekstradisi Assange. 

Pembocor kawat diplomatik

Assange menjadi buronan AS setelah WikiLeaks membocorkan ribuan kawat diplomatik dan dokumen rahasia tentang perang Afghanistan di 2010.  Informasi tersebut didapatkan Assange dari Chelsea Manning, mantan analis intelijen Angkatan Darat AS.

Aksi itu dimulai dengan video yang memperlihatkan helikopter serbu Apache milik militer AS menembak dan menewaskan dua jurnalis serta beberapa warga sipil Irak di jalanan kota Baghdad pada 2007.

 Video itu kemudian diikuti lebih dari 80.000 dokumen rahasia militer AS dari perang Afghanistan dan 400.000 dokumen dari perang Irak.

Pada November di tahun yang sama, Wikileaks juga membocorkan 250.000 kabel diplomatik dari hampir seluruh negara di dunia. Sejak saat itu, AS mendakwa Assange dengan berbagai tuduhan terkait spionase dan peretasan.

Baca juga: Wikileaks Bocorkan Berbagai Alat Penyadap Milik CIA

Di samping itu, Assange juga menghadapi tuduhan dari Swedia terkait dugaan serangan seksual dan pemerkosaan di Swedia. Pada Desember 2010, Assange ditahan di Inggris atas permintaan hakim Swedia. Assange berhasil bebas dengan jaminan.

Namun pada Mei 2012, Mahkamah Agung Inggris memutuskan dia harus diekstradisi ke Swedia untuk menghadapi interogasi atas tuduhan tersebut. Ia kemudian mencari suaka ke kedutaan besar Ekuador di Inggris.

Sejak Juni 2012, Assange tinggal dengan mengandalkan suaka dari kedubes Ekuador.  Namun akhirnya, pada 2019 lalu, Presiden Ekuador Lenin Moreno memutuskan mencabut suaka karena dia disebut melanggar hukum internasional.

Ia kemudian ditangkap oleh kepolisian Inggris atas tuduhan tidak hadir di pengadilan berkaitan perintah penangkapan yang disematkan kepadanya pada 2012 silam. Assange ditahan di penjara Belmarsh di London sejak April 2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber TechCrunch


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com