Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Telegram yang Kini Idola Sempat Diblokir Indonesia, Pendirinya Pun Pernah Sambangi Jakarta

Kompas.com - 13/01/2021, 11:11 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Reza Wahyudi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebagai layanan perpesanan instan Telegram kini tampil menjadi pesaing kuat WhatsApp. Belakangan ini, masyarakat duni berbondong-bondong meninggalkan WhatsApp dan memilih beralih ke Telegram.

Sejumlah pengguna WhatsApp di Indonesia pun menyatakan hal yang sama. "Pindah ke telegram juga ah," twit akun @adjisdoaibu.

Hal senada juga diungkap oleh akun @just_aya9. "Apalagi mulai 8 Feb besok WA harus setor data ke Facebook, fix pindah platform telegram," kicaunya.

Hal tersebut merupakan imbas dari pembaruan Persyaratan Layanan dan Kebijakan Privasi baru yang digulirkan WhatsApp sejak awal Januari lalu. (Baca juga: WhatsApp Beri Syarat Pemakaian Baru Hari Ini, Apa yang Harus Dilakukan Pengguna?)

Salah satu pembaruan yang membuat pengguna khawatir adalah soal penerusan sejumlah informasi pengguna WhatsApp kepada Facebook, selaku perusahaan induknya.

Telegram dinilai menyediakan layanan perpesanan instan yang lebih aman, khususnya soal perlindungan data pengguna, ketimbang WhatsApp.

Baca juga: Membandingkan Fitur dan Keamanan WhatsApp, Telegram, dan Signal

Dalam blog resminya, Telegram memang berkomitmen untuk melindungi percakapan pribadi pengguna dari pihak ketiga (pemerintah, perusahaan, dan sebagainya) serta dari para pengiklan.

Oleh karena itu, Telegram tidak berafiliasi kepada perusahaan teknologi mana pun di dunia.

"Kami tidak menggunakan data Anda untuk penargetan iklan, kami tidak menjualnya kepada orang lain, dan kami bukan bagian dari 'keluarga perusahaan' mafia mana pun," tulis Telegram

Sebelum kebanjiran pengguna baru dari Indonesia, ingatkah kamu soal pemblokiran platform Telegram tiga tahun lalu? 

Baca juga: 5 Layanan Internet yang Diblokir Sebelum Telegram

Pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov sampai harus bertandang ke Tanah Air, pada tahun 2017, untuk membahas soal pemblokiran tersebut dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Sempat diblokir selama hampir satu bulan

Layanan pesan instan Telegram versi web pernah diblokir pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Juli 2017.

Pemerintah beralasan, pemblokiran itu dilakukan karena ditemukan banyak banyak kanal yang bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Baca juga: Mengapa Aplikasi Telegram Disukai Teroris?

Kala itu, Durov mengaku heran dengan pemblokiran yang mendadak dari pihak pemerintah Indonesia itu. "Itu aneh, kami tidak pernah menerima permintaan/komplain dari pemerintah Indonesia. Kami akan menyelidikinya dan membuat sebuah pengumuman," twit Durov, kala itu.

Namun ternyata ada miskomunikasi antara pemerintah Indonesia dengan pihak Telegram. Pemerintah Indonesia mengaku telah memberitahu pihak Telegram sejak lama.

Daftar channel-channel di Telegram yang meyebarkan ajaran teroris dan paham radikalisme sudah diminta untuk diblokir. Namun karena tidak ada tanggapan dari pihak Telegram, pemerintah memutuskan untuk memblokir layanan Telegram, mulai dari level web.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com