Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Pemerintah Indonesia Tak Bisa Setegas India soal Kebijakan WhatsApp

Kompas.com - 22/01/2021, 08:09 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Reza Wahyudi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah bertemu dengan perwakilan Facebook dan WhatsApp Asia Pasifik, pada Senin (11/1/2021), untuk membahas kebijakan privasi WhatsApp yang menjadi kontroversi.

Setelah pertemuan tersebut, Kominfo meminta WhatsApp untuk lebih transparan tentang bagaimana data pengguan diproses.

Sikap ini lebih "lunak" dibanding pemerintah India yang meminta WhatsApp untuk membatalkan kebijakan privasi WhatsApp dan menghormati data pengguna di India.

Baca juga: Pemerintah India Minta WhatsApp Batalkan Kebijakan Privasi Baru

Menurut pengamat kebijakan publik, Riant Nugroho pemerintah Indonesia gamang untuk bersikap lebih tegas kepada WhatsApp karena belum adanya dasar hukum berbentuk undang-undang.

"Dapat dipahami mengapa pemerintah kita, khususnya Kominfo agak kurang percaya diri, karena tidak ada dasar kebijakan atau hukum yang membantu untuk menyampaikan argumentasi," jelas Riant ketika dihubungi KompasTekno melalui sambungan telepon, Rabu (21/1/2021).

Lebih lanjut, Riant mengatakan bahwa dasar hukum harus ada, karena para pelaku bisnis internasional biasanya menjadikan dasar hukum yang ada di suatu negara sebagai acuan argumentasi kebijakan mereka.

Baca juga: Hasil Pertemuan Kominfo dan WhatsApp soal Aturan Baru Data Pengguna

Kendati demikian, Riant mengusulkan bahwa Menteri Kominfo, dalam hal ini Johnny G Plate, bisa menggunakan diskresinya sebagai bagian dari pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk menyampaikan kritik meskipun belum ada dasar hukumnya.

Kritik tersebut bisa menjadi sebuah sinyal atau peringatan kepada pelaku bisnis yang mengambil data pengguna di Indonesia agar mereka tidak semena-mena.

"Tapi ini tidak mudah karena hari ini pun yang namanya komitmen pemerintah secara umum untuk melindungi data rakyat indonesia boleh dikatakan tidak ada," imbuh Riant merujuk pada lamanya proses pengesahan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang sudah diusulkan sejak tahun 2018.

Baca juga: Mulai Ditinggal Pengguna, WhatsApp Pasang Iklan Besar di Koran

Riant mengatakan, hal tersebut menunjukkan bahwa legislatif maupun eksekutif belum menganggap perlindungan data pribadi warga negara sebagai amanat konstitusi yang tertuang di pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Riant menjelaskan dalam UUD 45, pemerintah wajib melindungi seluruh tumpah darah Indonesia yang kini tidak hanya fisik tapi juga di dunia maya.

Sampai mana UU PDP?

Sampai saat ini UU PDP masih berupa rancangan undang-undang (RUU). RUU PDP sebelumnya direncanakan akan disahkan pada bulan November 2020, namun pembahasannya harus mundur karena kendala pandemi. Menkominfo mengatakan UU PDP ditargetkan selesai awal tahun 2021.

"Saya harap penyelesaian legislasi primer ini bisa selesai pada kuartal 2021," kata Johnny.

Menkominfo mengatakan RUU PDP saat ini masih dalam proses politik di DPR.

Baca juga: Data Tokopedia, Gojek, dan Bukalapak Bocor di Tengah Absennya RUU PDP

Saat bertemu dengan perwakilan WhatsApp, selain meminta transparansi, Kominfo juga meminta agar WhatsApp menyediakan formulir persetujuan pemrosesan data pribadi dalam bahasa Indonesia.

WhatsApp/Facebook juga diminta melakukan pendaftaran sistem elektronik untuk menjamin pemenuhan hak pemilik data pribadi. Selain itu, WhatsApp juga harus memberikan jaminan akuntabilitas pihak-pihak yang menggunakan data pribadi.

"Mekanisme yang tersedia bagi pengguna untuk melaksanakan hak-haknya, termasuk hak untuk menarik persetujuan serta hak lain yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku," ungkap Johnny kepada KompasTekno.

Baca juga: Kebijakan Baru WhatsApp Ditunda, Tidak Ada Akun yang Dihapus 8 Februari

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com