Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Ir. Mohammad Ridwan Effendi, MA.Sc
Dosen ITB

Dosen Institut Teknologi Bandung, Kelompok Keahlian Telekomunikasi, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB (STEI-ITB) | Ketua Laboratoriun Telekomunikasi Radio dan Gelombang Mikro, STEI-ITB, 2015-sekarang | Anggota Komite Regulasi Telekomunikasi (KRT) pada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Periode IV, Maret 2012 – 2015 | Tenaga Ahli Telekomunikasi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2005-2008

kolom

Menjembatani Kesenjangan Digital di Indonesia pada Era 5G

Kompas.com - 24/01/2021, 11:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Dr.Ir. Mohammad. Ridwan Effendi, MA.Sc.*

SAAT ini Indonesia sedang mengalami transformasi digital di hampir seluruh aspek, mulai dari proses pekerjaan, belajar dan bersekolah, bertransaksi, hingga hiburan.

Gaya hidup digital ini diprediksi akan semakin berkembang di masa yang akan mendatang, khususnya disebabkan oleh munculnya pandemi Covid-19 yang memaksa seluruh lapisan masyarakat untuk membatasi ruang gerak fisik dan sosial mereka.

Baca juga:
Kominfo Batalkan Hasil Lelang Frekuensi 5G
Kominfo Ungkap Alasan Pembatalan Hasil Lelang Frekuensi 5G

5G dipercaya sebagai salah satu teknologi enabler yang dapat memberikan manfaat lebih besar lagi pada gaya hidup digital masyarakat Indonesia.

Namun, mengadopsi 5G tentunya akan berbeda dengan teknologi-teknologi seluler sebelumnya, seperti 3G dan 4G.

Baca juga: Potret Siswa MTs Pakis di Banyumas, Harus Panjat Pohon di Puncak Bukit, Cari Sinyal demi Belajar Daring

Hal ini karena 5G dianggap akan membawa dampak yang jauh lebih besar lagi dibandingkan pendahulunya sehingga pengimplementasian 5G harus benar-benar terencana dan terkordinasi agar Indonesia dapat meraup manfaat sebesar-besarnya.

Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor pendukung yang membantu Indonesia bersiap diri untuk mengadopsi 5G sepenuhnya.

Apalagi Indonesia memiliki ambisi yang cukup besar pada era 5G dengan menjadi salah satu kekuatan ekonomi global.

Sayangnya, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung dengan judul “Unlocking 5G Potential for Digital Economy in Indonesia”, Indonesia berada dalam posisi yang relatif lebih rendah untuk Indeks Adopsi 5G bila dibandingkan negara berkembang tetangga dan juga negara maju.

5G Adoption Index. Data dan image disediakan oleh penulis.Mohammad. Ridwan Effendi 5G Adoption Index. Data dan image disediakan oleh penulis.

 

Index Comparison Infrastructure and Technology. Data dan image disedikan oleh penulis. Mohammad Ridwan Effendi Index Comparison Infrastructure and Technology. Data dan image disedikan oleh penulis.

Berdasarkan studi tersebut, Indonesia berada pada posisi ke-11 dari 12 negara yang diamati dengan celah terbesar ada pada sisi infrastruktur dan teknologi serta dari sisi permintaan.

Pada aspek infrastruktur dan teknologi, Indonesia memiliki celah yang cukup signifikan khususnya pada sub-kategori area cakupan jaringan serat optik, bandwidth internet per pengguna, dan pengalokasian pita 5G.

Baca juga: Cerita Resa Kerjakan Ujian di Atas Bukit, Cari Sinyal dan Gantian Gunakan Ponsel Pinjaman

Jaringan serat optik memiliki peran vital pada implementasi 5G dengan fungsi sebagai backhaul maupun backbone dari jaringan akses 5G.

Sejumlah siswa di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara terpaksa memanjat pohon untuk mencari sinyal. (Dokumentasi: Facebook Renni Rosari Sinaga). Sejumlah siswa di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara terpaksa memanjat pohon untuk mencari sinyal. (Dokumentasi: Facebook Renni Rosari Sinaga).

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki medan geografis yang tergolong sulit sehingga menghambat laju penetrasi jaringan serat optik.

Hal ini tentunya berdampak pada semakin rendahnya bandwidth yang tersedia untuk setiap pengguna.

Di sisi pengalokasian bandwidth, pemerintah sudah mengeluarkan renca awal alokasi frekuensi 5G, namun belum adanya metode pengalokasian pita yang adil dan tidak memberatkan operator dapat menghambat industri nasional secara keseluruhan dalam mengadopsi 5G.

Hal ini perlu menjadi perhatian khusus, meskipun pada beberapa waktu yang lalu UU Cipta Kerja telah disahkan dan dapat bertindak sebagai fondasi percepatan pembangunan industri telekomunikasi nasional, khususnya dalam menghadapi era 5G.

Regulasi-regulasi turunan dari UU tersebut haruslah disusun dan dikawal dengan seksama agar dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi pembangunan industri telekomunikasi nasional.

Baca juga: Cerita Ahmad Krismon, Rela Naik Bukit Cari Sinyal Agar Bisa Ikut Prosesi Wisuda Online

Kemudian pada aspek permintaan, terdapat beberapa celah yang cukup signifikan khususnya pada sub-kategori tingkat penetrasi jaringan pita lebar tetap, trafik data seluler per pengguna, dan penetrasi pengguna internet.

Rendahnya tingkat penetrasi pengguna internet pada umumnya dan jaringan pita lebar tetap pada khususnya menandakan bahwa banyak masyarakat yang masih menanggap internet dan jaringan pita lebar tetap sebagai kebutuhan tersier.

Sedangkan di sisi teknologi seluler, trafik per pengguna yang rendah dapat mengindikasikan bahwa kebutuhan internet pengguna belum menunjukkan tingginya kebutuhan yang hanya dapat dipenuhi oleh 5G.

Pada aspek ini penting untuk melihat konektivitas sebagai satu kesatuan paket yang terintegrasi dan saling melengkapi.

Jaringan pita lebar tetap dan bergerak memberikan solusi yang berbeda kepada konsumer dan harus berjalan beriringan untuk menjaga kebutuhan dan gaya hidup konsumer, serta menstimulasi pertumbuhan trafik konsumer.

Selain itu, pengembangan jaringan pita lebar, baik bergerak dan tetap, tidak dapat dilakukan tanpa pembangunan jaringan serat optik untuk backbone dan backhaul yang merata ke seluruh wilayah.

Pada aspek kebijakan dan regulasi, terdapat dua sub-kategori dengan celah terbesar, yakni efektivitas regulator dan penyelesaian perselisihan.

Kinerja regulator memang menjadi sorotan utama pada era 5G, khususnya pada saat pengalokasian pita 5G dan metode pemberian izin dan lisensi.

Beberapa permasalahan pengalokasian pita 5G dengan pengguna eksisting, khususnya pada pita 700 MHz, 2.6 GHz, dan 3.5 GHz harus segera diselesaikan.

Implementasi solusi pada tiga pita tersebut akan membuat koordinasi implementasi 5G yang lebih detail dan konkrit sehingga negara dapat mengambil manfaat maksimal dari 5G sekaligus menutup celah dengan negara lain.

Pita 700 MHz melibatkan proses analogue switch-off pada siaran TV analog sehingga memberikan digital dividend untuk seluler.

UU Cipta Kerja memberikan landasan yang cukup kuat untuk proses analogue switch-off tersebut. Hal ini tercermin pada peta jalan awal spektrum 5G yang dirilis Kemenkominfo di Desember 2020 lalu yang menyatakan bahwa pita 700 MHz dapat tersedia paling awal pada kuartal ketiga tahun 2021.

Pada pita 2.6 GHz diperlukan adanya solusi yang dapat memberikan keadilan nilai pasar bagi pengguna lisensi eksisting sekaligus memberikan manfaat maksimal untuk negara.

Resolusi pada pita ini mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama apabila melihat peta jalan spektrum 5G yang menyatakan bahwa pita ini paling cepat tersedia pada akhir tahun 2024.

Sedangkan pada pita 3.5 GHz, fokus regulasi ada pada kajian koeksistensi atau penggunaan bersama layanan satelit dan layanan pita lebar bergerak, khususnya pada penetapan batasan atau aturan yang dipatuhi masing-masing layanan.

Saat ini semakin banyak uji coba koeksistensi antara layanan satelit dan mobile broadband di pita 3.5 GHz dengan hasil yang menjanjikan dan dapat diimplementasikan secara riil.

Pada peta jalan awal spektrum 5G Kemenkominfo memprediksi bahwa pita ini dapat tersedia paling awal pada di tahun 2021 atau 2022.

Selain ketiga kategori tersebut, Indonesia juga memiliki celah di kategori inovasi dan profil negara. Celah di kategori inovasi sangat berkaitan erat dengan kurangnya ketersediaan teknologi termutakhir dan rendahnya pengeluaran penelitian dan pengembangan.

Pada Global Competitiveness Report yang dikeluarkan oleh World Economic Forum di 2016, Indonesia memiliki indeks kapasitas inovasi sebesar 3.28, jauh lebih rendah dibandingkan Malaysia (4.25) dan Singapura (5.16).

Negara dengan indeks kapasitas inovasi tertinggi adalah Swiss dengan nilai 5.93. Sedangkan pada kategori profil negara, ketiadaan kebijakan dan strategi nasional, serta standarisasi yang jelas untuk implementasi 5G dapat menghambat proses adopsi 5G di Indonesia.
D

ari penjelasan identifikasi celah di atas, ada beberapa rencana aksi yang dapat dilakukan untuk menutup celah tersebut.

Rencana aksi pertama berhubungan dengan meningkatkan penyebaran jaringan serat optik ke seluruh daerah dengan tujuan menumbuhkan permintaan trafik internet.

Meningkatnya permintaan akan trafik internet akan mendorong masyarakat untuk beralih ke layanan 5G yang memberikan data rate yang jauh lebih tinggi.

Selain itu, jaringan serat optik yang memadai juga memiliki peran penting dalam mendukung operasional jaringan akses 5G.

Saat ini proses penyebaran jaringan serat optik secara umum dipegang oleh pihak swasta untuk daerah perkotaan dan pinggiran kota serta oleh pihak BAKTI untuk daerah pedesaan.

Pemerintah dapat ikut berperan aktif dalam penyertaan modal (BAKTI), perbaikan koordinasi terbuka antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan operator, serta penyusunan regulasi yang adil dan tegas, khususnya pada penggunaan fasilitas publik sebagai sarana pendukung infrastruktur telekomunikasi.

Dari sisi celah regulasi, pemerintah dapat mengakomodir perencanaan implementasi 5G yang lebih matang dan bersinergi dengan seluruh elemen pemerintah dengan menjadikan 5G sebagai prioritas agenda nasional melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN).

Pemerintah juga dapat menyusun “Rencana Pita Lebar dan Konektivitas Nasional” baru yang harus memuat setidaknya beberapa indikator yang harus dicapai dalam hal kecepatan data, area cakupan, dan tarif baik pada jaringan pita lebar maupun seluler.

Dengan memiliki agenda prioritas nasional dan rencana strategis yang baik, maka pemerintah dapat lebih tepat dan objektif dalam mengambil keputusan pada pengalokasian pita 5G.

Sedangkan pada sisi inovasi, pemerintah harus segera menyusun kebijakan pendukung transfer ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperbesar akses terhadap penyertaan modal untuk start-up lokal dan mendorong kewirausahaan lainnya.

Selain itu, pemerintah juga dapat meningkatkan kerja sama antara institusi inkubator dengan hub inovasi digital global, membangun regulatory sandbox untuk solusi teknologi lintas sektor seperti blockchain, dan memberikan insentif terhadap investasi yang telah dilakukan oleh innovator dan start-up dalam negeri.

Rencana aksi ini tentunya bertujuan untuk memaksimalkan potensi manfaat yang dapat diterima Indonesia dari 5G.

Dengan menitikberatkan pada penyebaran jaringan serat optik, penyusunan kebijakan strategis 5G yang tepat, serta mendorong kewirausahaan dan start-up domestic, diharapkan dapat menjembatani celah-celah yang ada sehingga Indonesia dapat secara optimal memiliki seluruh komponen yang dibutuhkan dalam menghadapi era 5G.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com