Tergantung Telkomsel
Bagi operasional kereta yang berkecepatan tinggi, sangat berisiko menggunakan kontrol yang dikendalikan lewat milimeter band akibat jangkauan frekuensi yang sempit. Hal ini akan berdampak pada sulit terjadinya perpindahan (hand over) frekuensinya.
Untuk diketahui, makin tinggi frekuensi, makin sempit jangkauannya. BTS (base transceiver station) di spektrum 900 MHz bisa punya jangkauan radius layanan antara 2 km sampai 5 km.
Sementara spektrum 2300 MHz seperti yang dimiliki Telkomsel dan Smartfren, cakupannya hanya sekitaran radius 200 meter – 300 meter. Apalagi yang 26000 MHz (26 GHz) ke atas yang menjadi frekuensi favorit untuk layanan 5G.
Hanya saja keuntungannya, milimeter band memberikan kapasitas tinggi untuk satu kawasan yang sama dengan yang diliput oleh spektrum frekuensi rendah semisal 900 MHz. Ini karena cara penggunaan kembali (re-use) frekuensi bisa dilakukan lebih banyak, bisa setiap 200 meter, sementara untuk rentang 900 MHz harus lebih jauh antarBTS-nya.
Dalam kaitan dengan kereta api cepat, mereka tidak akan meminta spektrum frekuensi di 26 GHz yang masih kosong, karena yang dicari bukanlah kapasitas tetapi ketersambungannya.
Sangat sulit melakukan hand over di antara tiang BTS yang berjarak 200-an meter, untuk melayani peralatan yang bergerak 250 km per jam, dan itu hanya mungkin jika menggunakan frekuensi rendah.
Dengan demikian, bisa tidaknya permintaan KCIC untuk alokasi spektrum frekuensi selebar 4 MHz sangat tergantung pada Telkomsel yang menguasainya, walau aturannya kemudian membolehkan.
Bukan soal kesempatan menawarkan harga tinggi bagi yang berminat berbagi frekuensi, namun penggunaan 4 MHz dari 7,5 MHz di spektrum 900 MHz oleh pihak lain akan mengganggu layanan kepada pelanggan 2G-nya Telkomsel.
Anak Kelompok Telkom itu sangat mempertimbangkan kalangan bawah yang masih berlangganan layanan 2G yang jumlahnya lebih dari 25 juta dari 170 juta pelanggannya.
Pendapatan dari kelas itu memang tidak terlalu signifikan, namun dengan niat membela kelas bawah, Telkomsel berjanji layanan itu akan tetap dipertahankan, sampai pelanggannya sendiri yang mundur. (*Moch S Hendrowijono, pengamat transportasi dan telekomunikasi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.