Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Facebook, Giliran Twitter Diblokir Pemerintah Militer Myanmar

Kompas.com - 06/02/2021, 13:40 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kondisi politik di Myanmar tengah bergejolak. Militer Myanmar yang memperoleh kekuasaan lewat kudeta, memerintahkan pemblokiran sejumlah media sosial. Setelah memblokir Facebook, Instagram, dan Messanger, kali ini giliran Twitter yang kena imbas.

Pemerintah militer Myanmar memerintahkan operator seluler dan penyedia internet lokal untuk memblokir Twitter sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Sejumlah warga Myanmar telah melaporkan bahwa mereka tidak bisa mengakses Twitter di situs web. Ketika mereka mencoba mengakses Twitter, mereka justru diarahkan ke laman bertuliskan "laman tidak dapat dijangkau sesuai arahan Kementerian Transportasi dan Komunikasi".

Pembatasan akses layanan Twitter juga dikonfirmasi oleh Telenor, salah satu perusahaan telekomunikasi di Myanmar. Telenor mengatakan bahwa pihaknya telah menerima perintah pemblokiran Twitter "sampai pemberitahuan lebih lanjut".

"Arahan tersebut memiliki dasar hukum dalam Undang-undang Telekomunikasi Myanmar," kata Telenor. 

Sebagaimana diketahui, protes anti-kudeta yang dilakukan masyarakat Myanmar meluas ke media sosial. Sejumlah tagar seperti #WeNeedDemocracy atau #FreedomForFear yang diambil dari kutipan Aung San Suu Kyi menjadi trending topic.

"Kami menekankan bahwa kebebasan berekspresi melalui akses ke layanan komunikasi harus dipertahankan setiap saat, terutama selama masa konflik," kata Telenor, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Tech Crunch, Sabtu (6/2/2021).

Baca juga: Obrolan Teknisi HP Ramai di Twitter, Sebut Bisa Tarik Foto yang Dihapus

Twitter juga telah mengetahui pembatasan layanannya ini di Myanmar. Melalui seorang juru bicara, Twitter mengecam pemblokiran tersebut.

Twitter mengatakan, pembatasan layanannya di Myanmar ini dapat merusak hak seseorang untuk bersuara dan berekspresi di media sosial. "Kami akan terus berupaya mengakhiri pemblokiran ini," lanjut Twitter.

Membahayakan keamanan

Twitter diblokir pemerintah militer Myanmar karena diyakini digunakan untuk menyebarkan propaganda kepada publik sehingga membahayakan keamanan negara.

Pemblokiran Twitter ini diklaim pemerintah sebagai upaya memastikan stabilitas Myanmar di bawah komando pemerintahan militer.

Alasan serupa juga digunakan pemerintah Myanmar ketika memblokir Facebook, Instagram, dan Messager, pada Rabu (3/2/2021) malam waktu Myanmar.

Pemerintah Myanmar juga menuding Facebook digunakan untuk memicu perpecahan dan menghasut kekerasan di Myanmar.

Facebook juga telah menyadari pembatasan layanannya ini di Myanmar. Melalui seorang juru bicara, Facebook mendesak pihak berwenang Myanmar untuk membuka akses layanan mereka.

Baca juga: Facebook Diblokir oleh Pemerintah Militer Myanmar

"Sehingga orang di Myanmar dapat berkomunikasi dengan keluarga dan teman mereka serta mengakses informasi penting," lanjut sang juru bicara Facebook.

Facebook juga berjanji akan mengambil langkah moderasi konten proaktif di Myanmar.

Militer Myanmar mengambil alih pemerintahan lewat kudeta yang dilakukan pada Senin (1/2/2021). Sejumlah pemimpin sipil ditangkap, seperti Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint.

Kudeta itu merupakan buntut kemenangan besar Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), yang dipimpin oleh Suu Kyi, dalam Pemilu November 2020 lalu. Setelah kudeta, sejumlah warga Myanmar dilaporkan mengalami gangguan internet selama beberapa jam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com