Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Facebook Mulai Batasi Konten Politik di Indonesia, Apa Dampaknya bagi Pengguna?

Kompas.com - 12/02/2021, 16:07 WIB
Conney Stephanie,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Facebook mulai memperketat persebaran konten berbau politik, khususnya konten yang beredar di News Feed atau lini masa. Kebijakan tersebut mulai diterapkan untuk sejumlah pengguna kecil di tiga negara, termasuk Indonesia.

CEO Facebook Mark Zuckerberg, mengatakan sejauh ini, salah satu masukan teratas yang diterima dari pengguna adalah bahwa orang tidak ingin masalah politik mengganggu pengalaman pengguna ketika menggunakan Facebook.

Lantas, apa dampak kebijakan ini untuk pengguna?

Sebagai informasi, kebijakan ini masih dalam tahap uji coba dan belum diterapkan sepenuhnya untuk semua pengguna, serta masih bersifat sementara. Artinya, hanya ada sebagian kecil pengguna yang akan terdampak dan kebijakan ini belum permanen. 

Director Product Management Facebook Aastha Gupta mengatakan, kebijakan ini bukan berarti Facebook akan menghapus atau melarang sepenuhnya konten berbau politik.

Facebook hanya mengurangi rekomendasi konten-konten tersebut kepada pengguna, termasuk grup yang membahas soal politik. Biasanya, Facebook memang menggunakan algoritma untuk merekomendasikan grup yang sesuai dengan minat pengguna.

Baca juga: Facebook Mulai Batasi Konten Politik di Indonesia

Artinya, pengguna hanya akan lebih sedikit melihat konten berbau politik di lini masa dan masih diperbolehkan untuk mengunggah konten maupun membicarakan politik.

"Penting untuk diperhatikan bahwa kami tidak menghapus konten politik dari Facebook sama sekali. Facebook akan mempelajari dan memahami beragam preferensi masyarakat terhadap konten politik serta menguji sejumlah pendekatan selama beberapa bulan ke depan," kata Gupta.

Mark Zuckerberg juga sebelumnya mengatakan bahwa pengguna masih tetap dapat berdiskusi tentang politik atau bergabung dalam grup politik tertentu jika diinginkan. Pasalnya, hal tersebut merupakan bentuk dari kebebasan berekspresi.

"Karena diskusi politik itu bisa untuk mengatur gerakan akar rumput, menentang ketidakadilan, atau belajar dari orang-orang dengan perspektif yang berbeda," kata Zuckerberg.

Zuckerberg menyebut bahwa, aturan baru ini hanya akan mempengaruhi sedikit pengguna. Dalam hal ini, yaitu pengguna yang memang tidak tertarik dengan segala hal yang mengandung unsur politik.

Zuckerberg menambahkan, aturan ini tidak akan menyasar organisasi kesehatan dunia seperti WHO, serta akun resmi lembaga pemerintah.

Baca juga: Facebook Diblokir oleh Pemerintah Militer Myanmar

Menurut CEO Facebook Mark Zuckerberg, langkah ini diambil dengan tujuan agar konten politik yang muncul di News Feed tidak menjadi sebuah percakapan khusus yang dibahas lewat grup Facebook. Sebab, konten itu dinilai berpotensi dapat memecah belah.

Facebook pun seringkali dikritik sejumlah pihak termasuk penggunanya lantaran dianggap tidak mampu menangani peredaran konten politik khususnya yang beredar di grup Facebook, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Business Insider, Jumat (12/2/2021).

Di dalam grup tersebut, tak jarang ditemukan adanya pembahasan mengenai isu-isu politik yang terkadang masih diragukan kebenarannya.

Diminta merombak algoritma

Sebelumnya, beberapa perwakilan dari Partai Demokrat AS sempat meminta Facebook dan perusahaan media sosial lainnya untuk merombak rekomendasi dan algoritma mereka guna mengurangi penyebaran konten yang dapat mengundang keributan, penghasutan, dan kekerasan di platform mereka.

Para anggota parlemen AS menyebut bahwa Facebook menciptakan "ruang gema digital" dan berpotensi dapat menimbulkan aksi radikalisme.

Pasalnya, tahun lalu pengguna Facebook di AS diketahui membuat sejumlah grup yang dengan tujuan untuk membahas seputar kampanye, respon negatif, dan mendukung salah satu kandidat.

Hasil riset pun menunjukkan hal serupa. Menurut penelitian lembaga survei Pew Research Center, menunjukkan bahwa 64 persen orang di Amerika Serikat menganggap bahwa media sosial membawa dampak negatif di negara tersebut.

Baca juga: PBB Khawatir dengan Kekuatan Besar Media Sosial

Adapun lebih dari 50 persen pengguna media sosial khususnya kalangan dewasa mengatakan bahwa mereka tidak tertarik dengan unggahan atau diskusi politik. Sementara, sekitar 15 persen diantaranya mengatakan mereka suka dengan hal-hal berbau politik.

Pakar media sosial dari West Virginia University, Elizabeth Cohen mengatakan, uji coba aturan baru ini mungkin akan membantu Facebook dalam menakar dan menganalisa lebih lanjut antara kepentingan bisnisnya dan kekhawatiran penggunanya.

"Apa yang Facebook coba lakukan sekarang kedengarannya adalah mencoba untuk menguji dan melihat sisi mana yang bisa menimbulkan ketertarikan pengguna," kata Cohen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com