Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Australia Terancam Hidup Tanpa Google Search

Kompas.com - 15/02/2021, 07:09 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah Australia rencananya akan mengesahkan undang-udang baru bernama News Media Bargaining Code Law.

Undang-undang tersebut akan mewajibkan perusahaan teknologi seperti Google dan Facebook untuk membayar komisi kepada perusahan media, untuk setiap artikel berita yang muncul di cuplikan (snippet) dan tautan Google Search.

Undang-undang ini akan dibahas oleh parlemen Australia pada minggu ini, mulai 15 Februari. Sebelumnya anggota komite senat Australia telah merekomendasikan agar RUU ini segera disahkan.

"Pemerintah berharap semua pihak terus bekerja secara konstruktif untuk mendapatkan persetujuan komersil," kata bendahara federal, Josh Frydenberg.

Google menolak undang-undang tersebut, dan memberikan dua pilihan, yakni mengubah undang-undang atau Google Search hengkang dari Autralia.

Baca juga: Layanan Google Search di Australia Bakal Disetop?

"Setelah melihat undang-undang ini secara rinci serta mempertimbangkan risiko keuangan dan operasional, kami tidak menemukan cara alternatif untuk dapat terus menawarkan layanan kami di Australia," kata Mel Silva, Wakil Presiden Google Australia dan Selandia Baru kepada Komite Legislasi Ekonomi Senat Australia.

Padahal, Google menguasai 95 persen pencarian internet di Australia. Patrick Smith, seorang siswa software-engineer di Australia mencontohkan bagaimana orang-orang Australia bergantung pada Google.

Dia mencontohkan dirinya sendiri, dimana terkadang, Smith melakukan 400 pencarian di Google Search dalam sehari untuk membantunya belajar, memantau berita terkini dan melihat resep. Bahkan, dia pernah membuat 150 kueri hanya dalam waktu 5 jam.

"Kemungkinan tidak adanya Google Search akan sangat mengerikan," kata Smith.

"Sangat tercermin dari saya untuk meng-Googling apa pun yang menurut saya ragu," imbuh Smith.

Salah satu alasan mengapa orang-orang bergantung dengan Google adalah hasil pencarian yang ditampilkan dinilai lebih akurat ketimbang kompetitornya. Laporan Business Standart mencontohkan ketika memasukan kata kunci "pantai di Sydney".

Baca juga: Huawei Resmikan Petal Search, Mesin Pencari Saingan Google

Hasil pencarian pertama yang muncul di situs pencari DuckDuckGo dalah iklan hotel di Queensland yang jaraknya ribuan kilometer dari Sydney.

Sementara situs pencari Bing malah menampilkan kantor pos Pantai Bondi di Sydney. Hanya Google yang menampilkan Pantai Bondi di hasil teratas.

Alasan pemerintah dan alibi Google

Pemerintah Australia menilai, industri media lokal Australia kehilangan pendapatan iklan karena perusahaan search engine dan jejaring sosial.

Di sisi lain, Google berpendapat bahwa sistem mereka mendorong trafik ke situs-situs media.
Keharusan membayar ke perusahaan media untuk menampilkan cuplikan berita hanya akan melanggar prinsip internet terbuka.

Google juga menolak model arbitrase penawaran akhir, yang menentukan besaran biaya yang harus dibayarkan ke media.

Sementara itu, Facebook juga mengatakan tidak bisa menghentikan orang Australia berbagi berita di platformnya jika undang-undang itu diberlakukan. Facebook juga mengatakan hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.

Sebagai informasi, total output ekonomi Australia kurang dari nilai kapitalisasi Alphabet yang mencapai 1,4 triliun dolar AS, atau sekitar Rp 19,5 triliun (kurs Rp 14.000).

Jadi cukup mengejutkan, bagaimana bisa perusahaan yang seharusnya berada di bawah level negara, tiba-tiba menjadi sangat dibutuhkan.

Menjadi preseden global

Google dan Facebook tetap tidak ingin aturan itu disahkan karena bisa menjadi preseden global. Alphabet, induk Google sendiri adalah perusahaan raksasa yang menguasai periklanan digital di seluruh dunia.

Baca juga: Facebook Mulai Batasi Konten Politik di Indonesia, Apa Dampaknya bagi Pengguna?

Jika Google mundur dari Australia, dampak dari undang-undang News Media Bergaining Code Law akan menjadi contoh yuridiksi bagi negara lain seperti Kanada dan Uni Eropa. Sejauh ini, kedua belah pihak masih berusaha untuk berdialog.

CEO kedua perusahaan, yakni Sundar Pichai dan Mark Zuckerberg konon masih berdiskusi dengan Perdana Menteri Australia Scott Morrison atau menteri terkait melalui sambungan telepon.

Morisson mengatakan pertemuan jarak jauhnya dengan para petinggi perusahaan teknologi berjalan konstruktif dan "harus memberikan dorongan yang besar bagi mereka untuk terlibat dalam proses".

Google tidak memberikan komentar untuk pertemuan tersebut. Tapi sebelumnya, Google menyodorkan alternatif untuk memberikan kompensasi ke perusahaan media melalui produk News Showcase. Melalui produk tersebut, Google akan membayar media-media terpilih untuk mengkurasi konten.

Pesaing siap ambil alih

Absennya Google di Australia bisa jadi celah bagi pesaingnya, seperti Bing dan DuckDuckGo, yang susah payah menggeser dominasi Google sebagai gerbang situs web. Para kompetitor ini bisa memanfaatkan kesempatan emas itu untuk membuat pijakan awal menuju level global.

Bahkan, Microsoft sudah bergerilya untuk memanfaatkan peluang. Presiden Microsoft, Brad Smith, mengatakan akan berinvestasi demi memastikan Bing bisa sebanding dengan pesaingnya.

Baca juga: Google Tak Lagi Jadi Mesin Pencari Utama di Ponsel Android di Eropa

Dalam sebuah blog, Smith juga mengatakan bahwa Amerika seharusnya mengadopsi undang-undang Australia yang sedang diperselisihkan.

Sementara itu, Partai Hijau (Australian Green party) mengusulkan agar pemerintah membuat search engine non-profit sendiri, ketimbang membuka pintu bagi perusahaan asing lainnya.

"Kita tidak seharusnya mencari perusahaan raksasa asing lainnya untuk mengisi kekosongan ini (Google)," kata senator Sarah Hanson-Young.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

HP Vivo T3X 5G Meluncur dengan Snapdragon 6 Gen 1 dan Baterai Jumbo

HP Vivo T3X 5G Meluncur dengan Snapdragon 6 Gen 1 dan Baterai Jumbo

Gadget
Siap-siap, Pengguna Baru X Twitter Bakal Wajib Bayar Buat 'Ngetwit'

Siap-siap, Pengguna Baru X Twitter Bakal Wajib Bayar Buat "Ngetwit"

Software
Daftar Paket Internet eSIM Telkomsel, PraBayar, Roaming, Tourist

Daftar Paket Internet eSIM Telkomsel, PraBayar, Roaming, Tourist

e-Business
8 Cara Mengatasi Kode QR Tidak Valid di WhatsApp atau “No Valid QR Code Detected”

8 Cara Mengatasi Kode QR Tidak Valid di WhatsApp atau “No Valid QR Code Detected”

e-Business
Ramadhan dan Idul Fitri 2024, Trafik Internet Telkomsel Naik 12 Persen

Ramadhan dan Idul Fitri 2024, Trafik Internet Telkomsel Naik 12 Persen

Internet
Tampilan Baru WhatsApp Punya 3 Tab Baru, “Semua”, “Belum Dibaca”, dan “Grup”, Apa Fungsinya?

Tampilan Baru WhatsApp Punya 3 Tab Baru, “Semua”, “Belum Dibaca”, dan “Grup”, Apa Fungsinya?

Software
HMD Perkenalkan Boring Phone, HP yang Dirancang 'Membosankan'

HMD Perkenalkan Boring Phone, HP yang Dirancang "Membosankan"

Gadget
7 HP Kamera Boba Mirip iPhone Lengkap dengan Harga dan Spesifikasinya

7 HP Kamera Boba Mirip iPhone Lengkap dengan Harga dan Spesifikasinya

Gadget
Motorola Edge 50 Ultra dan 50 Fusion Meluncur, Harga mulai Rp 6 Jutaan

Motorola Edge 50 Ultra dan 50 Fusion Meluncur, Harga mulai Rp 6 Jutaan

Gadget
Apple Investasi Rp 255 Triliun di Vietnam, di Indonesia Hanya Rp 1,6 Triliun

Apple Investasi Rp 255 Triliun di Vietnam, di Indonesia Hanya Rp 1,6 Triliun

e-Business
Ketika Sampah Antariksa NASA Jatuh ke Bumi Menimpa Atap Warga

Ketika Sampah Antariksa NASA Jatuh ke Bumi Menimpa Atap Warga

Internet
CEO Apple Bertemu Presiden Terpilih Prabowo Subianto Bahas Kolaborasi

CEO Apple Bertemu Presiden Terpilih Prabowo Subianto Bahas Kolaborasi

e-Business
'Fanboy' Harap Bersabar, Apple Store di Indonesia Masih Sebatas Janji

"Fanboy" Harap Bersabar, Apple Store di Indonesia Masih Sebatas Janji

e-Business
WhatsApp Rilis Filter Chat, Bisa Sortir Pesan yang Belum Dibaca

WhatsApp Rilis Filter Chat, Bisa Sortir Pesan yang Belum Dibaca

Software
Steam Gelar 'FPS Fest', Diskon Game Tembak-menembak 95 Persen

Steam Gelar "FPS Fest", Diskon Game Tembak-menembak 95 Persen

Game
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com