Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Tren Teknologi yang "Booming" Selama Pandemi Covid-19

Kompas.com - 03/03/2021, 12:09 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

Sumber WEForum

KOMPAS.com - Sudah satu tahun pandemi Covid-19 melanda Indonesia, sejak kasus pertama Covid-19 terkonfirmasi di Tanah Air.

Sejak saat itu, pemerintah mulai memberikan instruksi untuk mengurangi kegiatan di luar rumah. Bahkan berbagai kebijakan pun diterapkan pemerintah guna menekan penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Misalnya seperti local lockdown, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pembelajaran jarak jauh (PJJ), ibadah dari rumah, hingga bekerja dari rumah (work from home/WFH).

Alhasil, masyarakat Indonesia terpaksa harus mengalihkan kegiatan sehari-harinya secara daring.

Bukan hanya di Indonesia, pendemi yang merebak di seluruh penjuru dunia juga memaksa masyarakat dunia untuk menjalankan aktivitas sehari-harinya secara online.

Di masa pandemi seperti ini, World Economic Forum (WEF) melihat bahwa teknologi memainkan peranan penting untuk menjaga masyarakat tetap beraktivitas seperti sedia kala.

WEF mencatat ada beberapa tren teknologi yang booming selama masa pandemi ini. Berikut daftarnya sebagaimana dirangkum KompasTekno dari laman World Economic Forum, Selasa (2/3/2021).

1. Belanja Online

Ilustrasi belanja onlineShutterstock Ilustrasi belanja online
Menurut WEF, belanja online menjadi salah satu tren yang populer selama pandemi ini.

Dulu, belanja online hanya merupakan opsi belanja alternatif bagi masyarakat dunia. Namun, pandemi Covid-19 membuat belanja online menjadi opsi paling memungkinkan.

Hal ini karena dengan berbagai layanan belanja online, masyarakat hanya perlu memesannya melalui gawai mereka tanpa harus pergi ke luar rumah.

Di Indonesia sendiri, gambaran terakit tren belanja online ini dapat dilihat dari laporan berjudul "Digital 2021" yang dipublikasi oleh HootSuite dan We Are Social baru-baru ini.

Dalam kategori e-commerce use, mayoritas atau 87,1 persen pengguna internet di Indonesia yang mencapai 202,6 juta jiwa diketahui membeli bermacam-macam produk secara online melalui berbagai perangkat elektronik selama beberapa bulan terakhir di tahun 2020.

Kategori produk yang paling banyak dibelanjakan melalui e-commerce adalah makanan, kecantikan, perawatan pribadi, fashion, barang elektronik, furnitur, video game, hingga mainan.

Khusus untuk makanan, HootSuite mencatat ada 37,34 juta warga Indonesia yang juga memesan makanan take away melalui layanan online.

Baca juga: TikTok Bakal Terjun ke Bisnis E-commerce di Indonesia?

Ilustrasi pembayaran digital.DOK. SHUTTERSTOCK Ilustrasi pembayaran digital.
2. Pembayaran Digital

Selain belanja online, pembayaran digital juga menjadi salah satu tren baru di masa pandemi ini.

Hal ini mengingat uang tunai dapat menjadi medium perantara pembawa virus Covid-19.

WEF mengungkapkan, pembayaran digital baik menggunakan kartu atau dompet elektronik (e-wallet), menjadi rekomendasi pembayaran baru untuk menghindari menyebaran virus Covid-19 ini.

Dengan metode pembayaran digital, masyarakat dapat melakukan pembelian dan pembayaran online untuk barang dan jasa, serta tagihan lain seperti listrik, air, pulsa, dan sebagainya.

Di Indonesia, pembayaran digital juga sudah banyak digunakan oleh masyarakat.

Laporan Digital 2021 mencatat ada 129,9 juta masyarakat Indonesia yang telah menggunakan metode pembayaran digital ini.

Total transaksi masyarakat Indonesia melalui pembayar digital mencapai 35,72 miliar dollar AS atau sekitar Rp 510 triliun pada 2020 lalu.

3. Kerja dari rumah (WFH)

Ilustrasi Zoom.BusinessInsider Ilustrasi Zoom.
Aktivitas lain yang terpaksa berubah ialah cara bekerja. Selama pandemi ini, banyak perusahaan yang meminta karyawannya untuk bekerja dari rumah (WFH). Alhasil, bekerja dari rumah menjadi tren baru semasa pandemi ini.

Pekerjaan jarak jauh ini mengandalkan sejumlah teknologi, termasuk layanan video conferencing untuk rapat virtual, jaringan pribadi virtual (VPN) untuk mengakses situs, hingga protokol suara melalui internet (VoIP) untuk melakukan video ataupun voice call.

Mnurut WEF, selain mencegah penyebaran virus Covid-19, kerja jarak jauh ini juga menghemat waktu perjalanan dan memberikan lebih banyak fleksibilitas kepada para pekerja.

Baca juga: Tren WFH Selama Pandemi Bikin Ancaman Keamanan Siber Meningkat

Di Indonesia sendiri, Cisco mencatat ada 52 persen perusahaan di Indonesia memberlakukan WFH selama pandemi. Kendati disebut lebih fleksibel, metode WFH yang mengandalkan internet ini tak luput dari ancaman keamanan siber.

Dari riset yang dilakukan, Cisco mencatat ada 78 perusahaan di Indonesia yang melaporkan adanya peningkatan ancaman keamanan siber ketika WFH diterapkan.

Ada dua hal yang menjadi ancaman keamanan siber terbesar yang dihadapi perusahaan.

Pertama adalah secure access atau akses ke jaringan atau aplikasi yang digunakan perusahaan. Kedua adalah data pribadi, seperti data penting perusahaan atau data pelanggan.

4. Pembelajaran jarak jauh (PJJ)

Untuk menyiasati HP yang dibawa orangtua bekerja, Tri Heni guru SDN 25 Pekanbaru, Riau mengajak siswanya belajar daring di akhir pekan. Pada hari kerja biasanya tidak lebih dari 10 siswa yang bisa mengikuti pembelajaran daring, saat dilaksanakan pada akhir pekan ada 25 siswa yang bisa mengikuti pembelajaran.DOK. TANOTO FOUNDATION Untuk menyiasati HP yang dibawa orangtua bekerja, Tri Heni guru SDN 25 Pekanbaru, Riau mengajak siswanya belajar daring di akhir pekan. Pada hari kerja biasanya tidak lebih dari 10 siswa yang bisa mengikuti pembelajaran daring, saat dilaksanakan pada akhir pekan ada 25 siswa yang bisa mengikuti pembelajaran.
Selain bekerja, proses belajar mengajar juga harus beralih secara daring karena pandemi. Pandemi ini juga akhirnya melahirkan tren pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Pada pertengahan April, 191 negara mengumumkan akan menutup sekolah dan universitas untuk menekan angka penuluaran virus Covid-19. Alhasil, ada sekitar 1,57 miliar siswa dari seluruh dunia harus menjalankan proses belajar dari rumah.

WEF mengungkapkan kekhawatiran utama terkait PJJ ini ialah soal kesenjangan teknologi dan kesiapan digital para peserta dan tenaga pendidik.

Baca juga: 3 Fakta yang Perlu Diketahui soal Subsidi Kuota Belajar 2021

Hal ini mengingat PJJ membutuhkan berbagai dukungan teknologi mencakup bahan ajar yang kompatibel untuk metode daring, perangkat elektronik untuk belajar, internet untuk mengakses materi pembalajar, dan sebagainya.

Di Indonesia sendiri, pemerintah telah mengintruksikan sekolah maupun universitas untuk menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sejak Maret 2020 lalu.

Pemerintah melalui Kemendikbud RI juga menyalurkan bantuan kuota data internet untuk menunjang PJJ ini.

5. Hiburan online

Pandemi membuat orang-orang membatasi kegiatan di luar rumah. Kebanyakan tempat hiburan dan rekreasi juga ditutup akibat pandemi.

Alhasil, mencari hiburan secara daring menjadi salah satu cara alternatif untuk melepas penat setelah bekerja ataupun belajar dari rumah.

Selama pandemi ini, WEF melaporkan ada beberapa tren baru di dunia hiburan. Misalnya konser online, virtual raves yang menyajikan siaran langsung dari penampilan DJ, peluncuran film online, bahkan tur museum secara daring.

Ilustrasi Disney Plus Hotstar.Disney Ilustrasi Disney Plus Hotstar.
Di samping itu, sejumlah orang juga tampaknya memilih game online sebagai pilihan hiburan selama pandemi.

Ini juga yang akhirnya mendongkrak popularitas platform distribusi game besutan Valve, Steam. Pada Februari 2021 lalu, Steam mencetak rekor tertinggi jumlah pengguna yang online secara bersamaan (concurrent) mencapai 26,4 juta.

Baca juga: Steam Cetak Rekor, 26 Juta Gamer Online Bersamaan

Selain game online, situasi pandemi ini juga mendorong orang untuk menonton film secara daring melalui berbagai platform.

Salah satu platform streaming film yang kebanjiran pelanggan baru ialah Netflix dan Disney Plus.

Pada Januari 2021 lalu, Statista melaporkan bahwa pelanggan berbayar Netflix pada akhir tahun 2020 mencapai 203,7 juta. Jumlah ini naik 36,6 juta sejak akhir 2019.

Sedangkan Disney Plus saat ini memiliki 94,9 juta pelanggan dari seluruh dunia. Padahal, platform yang baru diluncurkan pada November 2019 itu menargetkan jumlah 90 juta pelanggan itu tercapai dalam empat tahun, atau tepatnya hingga 2023.

Namun, situasi pandemi agaknya membuat target tersebut dapat tercapai hanya dalam kurun waktu 14 bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber WEForum
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com