Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Jack Dorsey, Pendiri Twitter dan Anak Punk yang Rajin Puasa

Kompas.com - Diperbarui 01/12/2021, 09:42 WIB
Oik Yusuf,
Reza Wahyudi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tanggal 21 Maret 2006 adalah hari bersejarah bagi Twitter dan dunia media sosial secara umum. Kala itu twit pertama diunggah. Bunyinya singkat saja, "just setting up my twttr".

Sosok di balik kata-kata tersebut adalah Jack Dorsey, pendiri Twitter yang dikenal memiliki kebiasaan agak nyentrik. Dia rajin puasa dan meditasi, suka berpuisi, serta kini memelihara janggut panjang beruban sehingga kelihatan mirip tokoh Luke Skywalker di film Star Wars.

Sebelum kaya raya karena perusahaan-perusahaan yang didirikannya, Dorsey muda adalah penggemar musik punk yang doyan menyambangi konser musik bawah tanah.

Dia tak pernah bermimpi jadi pengusaha, apalagi pimpinan salah satu media sosial paling sohor sedunia.

Baca juga: CEO Twitter Jack Dorsey Mengundurkan Diri

Kenal teknologi sejak dini

Jack Patrick Dorsey lahir pada 19 November 1976 di St. Louis, negara bagian Missouri, Amerika Serikat, dari pasangan Tim Dorsey dan Marcia Smith.

Seperti banyak dedengkot Silicon Valley lainnya, Dorsey sudah mengenal teknologi sejak kecil. Mulanya dia mengutak-atik radio Healthkit milik sang ayah, kemudian sibuk mengoprek komputer IBM PC Junior, hingga belajar bahasa pemrograman di Bishop DuBourg High School.

Minat Dorsey di dunia teknologi turut didukung suasana di kota St. Louis tempat tinggalnya di mana terdapat kultur hacker alias programer yang sangat aktif.

"Hacker adalah seseorang yang penasaran dengan teknologi, memperetelinya untuk mengetahui bagaimana cara kerjanya," ujar Dorsey.

Saat remaja, Dorsey terkesima dengan tantangan dalam mengkoordinasi armada kendaraan transportasi dan logistik seperti taksi serta truk delivery yang harus saling berkomunikasi secara real time sepanjang waktu.

Dia kemudian menulis software taxi dispatch untuk mempermudah proses pemesanan taksi dan pengiriman kendaraan ke pemesan. Di kemudian waktu, perangkat lunak ini menjadi inspirasinya untuk menciptakan Twitter.

Dorsey sempat berkuliah sebentar di Missouri University of Science and Technology, kemudian pindah ke New York University. Namun, seperti Bill Gates dan Mark Zuckerberg, dia drop out sebelum menyelesaikan studi dan pindah ke Oakland, California.

Baca juga: Profil Bill Gates, Pendiri Microsoft yang Putus Kuliah demi Kejar Mimpi

Dari taksi menjadi twitter

Tahun 2000, Dorsey mendirikan perusahaan untuk menawarkan perangkat lunak pengatur taksi buatannya ke pihak-pihak lain. Beberapa perusahaan taksi menggunakan software bikinan Dorsey ini selama bertahun-tahun.

Dari sofware tersebut, tercetus konsep menggabungkan jangkauan yang luas dari pengatur armada kendaraan dengan layanan pesan SMS, Dorsey membawa idenya ke Biz Stone dan Evan Williams, eksekutif dari perusahaan podcast Odeo.

Twitter pun lahir. Panggilan awalnya adalah "Obvious", lalu berubah menjadi "Twitter" Pencetus namanya adalah Noah Glass, rekanan Dorsey yang kemudian ikut menjadi pendiri perusahaan Twitter bersama Biz Stone dan Evan Williams.

"Kami menemukan kata 'twitter', dan ini sempurna. Maknanya adalah 'serentetan informasi yang tidak penting' dan 'kicauan burung'. Memang seperti itulah produknya," ujar Dorsey.

Mulanya Twitter memang dipakai oleh para penggunanya untuk mengunggah update tentang kehidupan mereka yang belum tentu penting atau menarik buat orang lain.

Namun lambat laun informasi di dalamnya berubah menjadi benar-benar berguna. Apalagi setelah banyak tokoh penting bergabung, seperti petinggi perusahaan dan kepala negara.

Setahun setelah Dorsey mengunggah kicauan perdananya, Twitter melakukan peluncuran resmi di ajang musik South by Southwest di Austin, Texas, pada 12 Maret 2007.

Debutnya ini sukses besar. Jumlah pengguna Twitter pun melonjak drastis hingga berhasil mengorbit sebagai salah satu media sosial terbesar sekarang.

Baca juga: Begini Seharusnya Media Sosial Menurut CEO Twitter

Penggemar punk yang puitis

Gaya penampilan Dorsey dulu berbeda dengan sekarang. Sebagai penggemar musik punk, dia rutin menyambangi konser musik underground yang biasanya digelar di berbagai rubanah.

Rambutnya dicat terang dengan hidung bertindik cincin, seperti dalam foto yang dipamerkannya di Instagram. Dorsey mengaku sejalan dengan musik punk rock dan filosofi mempertanyakan sistem.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Jack (@jack)

"Bukan karena Anda benci, tapi karena Anda ingin membuatnya lebih baik," ujarnya dalam sebuah wawancara dengan Rolling Stone. "Saya suka protes. Saya adalah seorang punk. Musik yang menemani saya tumbuh besar adalah punk," lanjutnya.

Selain itu, Dorsey juga gemar berpuisi. Dulu dia rajin menuliskan puisi-puisinya di sebuah situs web pribadi. Website tersebut sekarang sudah dihapus, tapi isinya masih bisa dilihat di Archive.org.

Setelah didapuk menjadi CEO, Dorsey mengubah gaya penampilannya. Rambut tak lagi dicat, cincin di hidung pun dilepas.

Dia tampak necis dengan rambut klimis dan setelan parlente, tapi Dorsey sendiri mengatakan bahwa dia sebenarnya tak pernah berkeinginan menjadi CEO.

"Saya tak pernah mau menjadi figur publik. Saya punya ide dan ingin mewujudkannya, itu saja," ujar Dorsey.

Baca juga: Sejarah Perjalanan Facebook, dari Kamar Asrama Menghubungkan Dunia

Sosok nyentrik

Di dunia teknologi, Dorsey sendiri dikenal sebagai sosok yang agak nyentrik dengan kebiasaan unik. Dia biasa bermeditasi selama dua jam setiap hari serta bolak-balik masuk sauna dan mandi air dingin.

Dorsey juga diketahui selalu berpuasa dengan hanya makan sekali dalam sehari. "Saya makan tujuh kali seminggu -hanya saat malam saja," ujar Dorsey dalam interview dengan Wired.

"Pada siang hari saya merasa jauh lebih fokus," ujar Dorsey mengenai alasannya makan hanya sekali sehari. "Waktu di antara sarapan hingga makan siang memungkinkan saya lebih fokus dengan segala sesuatu di hari itu."

Kebiasaan makan Dorsey ini banyak dikritik karena dinilai kurang sehat dan cenderung berbahaya. Namun, Dorsey selama ini hanya menjelaskan soal habit pribadinya itu saja tanpa mengajak orang lain untuk mengikutinya.

Penampilannya pun berubah lagi, dengan janggut tebal dan cincin yang kembali nangkring di hidung. Ketika bersaksi di hadapan Kongres AS pada 2018, seorang anggota kongres dari partai Republik yang konservatif menyebutnya "tidak terlihat seperti CEO".

Belakangan, gaya pria 44 tahun ini kembali menarik perhatian saat dia bersaksi di kongres pada 28 Oktober 2020 lewat konferensi video. Kala itu, di tengah-tengah masa WFH karena pandemi, dia tampil dengan janggut lebat beruban dan rambut yang dibiarkan memanjang.

Baca juga: Sejarah Google, Raksasa Mesin Pencari yang Hampir Dijual Murah

Lebih suka di balik layar

Setelah Twitter untuk pertama kalinya melantai di bursa pada 2013, Dorsey menjadi orang kaya raya dari kepemilikan sahamnya, meskipun hanya digaji sekitar 1 dollar AS oleh perusahaan.

Mirip seperti Steve Jobs, dia sempat didepak dari Twitter pada 2008 dan mendirikan perusahaan baru yang bergerak di bidang layanan pembayaran, Square.

Baca juga: Profil Steve Jobs, Anak Imigran Muslim yang Mendirikan Apple

Bedanya, Square yang produknya pertama kali dirilis pada Mei 2010 berhasil meraih sukses sehingga kini nilainya mencapai miliaran dollar AS. Dorsey pun menjabat sebagai CEO di kedua perusahaan yang didiriikannya, Twitter dan Square.

Meskipun kerap disorot -entah karena pencapaiannya, perusahaannya, atau kehidupan pribadinya- Dorsey mengaku tak mau dikenal dan lebih suka memosisikan diri di belakang layar.

"Semua ini lebih karena keharusan, bukan keinginan. Saya suka berada behind the scene," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com