Perkiraan emisi karbon hasil dari kegiatan penambangan Bitcoin tersebut melebihi total emisi tahunan Venezuela. Padahal, Presiden China, Xi Jinping sendiri telah menargetkan mencapai puncak emisi karbon dioksida pada 2030, dan mencapai netralitas karbon pada 2060.
Sebagai upaya merealisasikan target Presiden Xi, China pun mulai mengintensifkan pengawasan lingkungannya, termasuk kegiatan penambangan Bitcoin, serta memberlakukan denda, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Financial Times, Minggu (23/5/2021).
Akibat pelarangan yang diberlakukan otoritas finansial China, Bitcoin menjadi salah satu mata uang kripto yang paling terdampak.
Harga Bitcoin anjlok drastis dalam sesi perdagangan Rabu lalu, hingga nyaris menyentuh angka 30.000 dollar AS (sekitar Rp 431 juta) atau turun 30 persen dalam sehari.
Angka tersebut tak sampai setengah dari rekor nilai tertinggi Bitcoin sebesar lebih dari 64.000 dollar AS (sekitar Rp 921 juta) per keping yang tercatat pada April lalu.
Baca juga: Pemerintah China Larang Pegawai Negeri dan Militer Pakai Mobil Tesla
Tren penurunan harga sebenarnya sudah dimulai sejak pekan lalu, saat bos Tesla Elon Musk menyatakan perusahaan mobil listrik itu tak lagi menerima pembayaran dalam bentuk Bitcoin karena dinilai berdampak buruk bagi lingkungan.
Padahal, sebelumnya Musk dan Tesla dikenal sebagai promotor Bitcoin. Tesla pun pada Februari lalu memborong Bitcoin senilai 1,5 miliar dollar sehingga ikut berkontribusi tehadap naiknya harga mata uang kripto tersebut.
Menurut situs Coindesk, Bitcoin diperdagangkan dengan harga di kisaran 40.000 dollar AS atau sekitar Rp 574 juta, pada Jumat siang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.