Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permenkominfo No 5 Tahun 2020 Berlaku, Perusahaan Digital Wajib Setor Data Pribadi ke Pemerintah

Kompas.com - 24/05/2021, 07:32 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 (Permenkominfo 5/2020) tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat, berlaku mulai hari ini, Senin (24/5/2021).

PSE Lingkup Privat yang dimaksud merupakan perusahaan atau badan yang menggelar layanan digital atau online, seperti Google, Facebook, YouTube, twitter, TikTok, Gojek, Grab, Tokopedia, Bukalapak, dan sebagainya.

Secara garis besar, Permen ini mengatur ihwal pendaftaran, tata kelola, moderasi informasi atau dokumen elektronik, dan permohonan pemutusan akses atas informasi atau dokumen yang dilarang.

Namun, aturan tersebut juga mengatur pemberian akses data pribadi untuk kepentingan pengawasan penegakan hukum, serta sanksi administratif yang mungkin dijatuhkan pada PSE yang ada di Indonesia.

Secara spesifik, ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 21 di mana PSE Lingkup Privat wajib memberikan akses terhadap Sistem Elektronik dan/atau data elektronik kepada Kementerian atau lembaga serta aparat penegak hukum, dalam rangka pengawasan dan penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Disebut Jual Data Pengguna ke Pengiklan, Facebook: Itu Hanya Mitos

Ada juga Pasal 36 ayat 5 yang mengatur pemberian akses Data Pribadi Spesifik oleh PSE kepada Aparat Penegak Hukum.

Pasal tersebut berbunyi, "PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Data Pribadi Spesifik yang diminta oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal permintaan tersebut disampaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)".

Dalam Permenkominfo 5/2020, yang dimaksud dengan "data pribadi spesifik" adalah, data yang berkaitan dengan informasi kesehatan, data biometrik, serta data genetika.

Ada pula data soal kehidupan/orientasi seksual, pandangan politik, data anak, data keuangan pribadi, dan/atau data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Potensi melanggar HAM

Sebelum berlaku efektif, organisasi pembela kebebasan berekspresi SAFENET (Southeast Asia Freedom of Expression Network) mendesak Kominfo untuk mencabut Permenkominfo 5/2020 tersebut.

Menurut Direktur Eksekutif SAFENET Damar Juniarto, Permenkominfo 5/2020 berpotensi melanggar prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) serta kebebasan berekspresi masyarakat Indonesia.

Adapun pasal-pasal yang dinilai berpotensi melanggar HAM adalah dua pasal yang telah disebutkan di atas, yakni pasal 21 dan 36.

Menurut ahli hukum Herlambang Wiaratraman yang menganalisis aturan ini bersma SAFENET, pasal-pasal yang mewajibkan PSE untuk membuka akses terhadap konten komunikasi rentan untuk disalahgunakan.

Baca juga: Diduga Data 279 Juta Penduduk Indonesia Dijual Online, Termasuk Info Gaji

"Apalagi teori three part test-nya juga belum diatur ketat dalam Permenkominfo 5/2020, sehingga praktis, pengaturan ini membuka ruang pelanggaran hak privasi," ungkap Herlambang dalam sebuah acara daring, Rabu (29/4/2021).

Ia menjelaskan, teori three part test menyangkut tiga hal, yakni aturan harus dinyatakan tegas di dalam hukum, ada alasan dan tujuan yang sah, serta memang diperlukan tindakan batasan sejauh tidak melanggar. Ketiga hal tersebut dinilai masih sumir.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com