Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Mitos dan Fakta Seputar Jaringan 5G

Kompas.com - 28/05/2021, 07:28 WIB
Kevin Rizky Pratama,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

Sumber Reuters

KOMPAS.com - Jaringan generasi kelima alias 5G akhirnya resmi digelar di Indonesia. Telkomsel menjadi operator seluler pertama yang menggelar 5G secara komersial di Tanah Air. 

Untuk menggelar 5G, Telkomsel menggunakan pita frekuensi 2.300 MHz untuk data plane dan pita frekuensi 1.800 MHz untuk control plane.

Kehadiran layanan 5G sendiri dinilai penting karena dapat membantu dalam proses perkembangan industri dari beragam aspek, mulai dari komersial seperti internet of things (IoT) hingga proyek smart city.

Meski membawa segudang hal positif, kehadiran 5G tidak luput dari beragam mitos yang mengikuti. Lantas, apa saja mitos keliru tentang 5G?

1. 5G menyebarkan Covid-19

Beragam teori konspirasi terkait virus Covid-19 telah beredar luas di internet. Salah satu di antaranya menyebut bahwa virus Covid-19 dapat menyebar melalui jaringan 5G. Mitos tersebut kemudian ditepis oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Baca juga: Ini Harga Paket Internet 5G Telkomsel

Badan kesehatan di bawah PBB itu menyebutkan bahwa virus Covid-19 turut menyebar di berbagai negara yang belum mengimplementasikan jaringan seluler 5G, termasuk Indonesia.

WHO juga menegaskan bahwa virus Covid-19 hanya dapat menyebar melalui batuk, bersin, serta droplet ketika seseorang yang terinfeksi berbicara, bukan melalui 5G.

2. Merusak jaringan otak

Untuk menggelar 5G, ada dua jenis jaringan yang bisa digunakan, yakni Sub-6GHZ dan mmWave.

Terkait kedua jenis jaringan tersebut, rupanya telah beredar mitos yang menyebut jaringan 5G berpotensi dapat membakar jaringan otak manusia.

Rumor ini datang dari teori yang dikemukakan oleh seorang fisikawan yang memaparkan bahwa gelombang pada frekuensi tinggi dapat mempercepat kinerja otak dalam menyerap gelombang tersebut secara ekstrem.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan risiko kesehatan manusia, salah satunya termasuk kerusakan jaringan otak akibat terbakar dalam suhu yang tinggi.

Baca juga: Telkomsel Resmi Gelar Jaringan 5G Pertama di Indonesia, Ini Daerah yang Kebagian

Teori ini kemudian dipatahkan oleh banyaknya uji coba yang dilakukan beberapa tahun setelahnya.

Pihak otoritas kesehatan di Jerman, Finlandia, dan Norwegia turut menegaskan bahwa paparan jaringan nirkabel 5G tidak menimbulkan efek kesehatan yang merugikan jika paparan ini masih dalam batas yang direkomendasikan.

3. 5G belum dibutuhkan

Mitos yang satu ini sangat bertolak belakang dengan fakta kehadiran 5G. Jaringan generasi kelima ini muncul sebagai solusi atas tingginya konsumsi data seluler saat ini.

Setiap tahunnya, dilaporkan konsumsi data seluler mengalami peningkatan sebanyak 40 persen. Oleh sebab itu, 5G hadir untuk memberikan layanan jaringan yang lebih baik.

Halaman:
Sumber Reuters


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com