Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Menuai Masalah, Seberapa Siap Masyarakat dengan Sistem COD?

Kompas.com - 07/06/2021, 15:03 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Akhir-akhir ini, sistem pembayaran cash on delivery (COD) ramai diperdebatkan. Perkaranya adalah, banyak kurir yang menjadi sasaran amuk para pembeli yang kecewa lantaran barang yang diterima tidak sesuai dengan yang dipesan.

Tidak hanya umpatan kasar, ada pula video viral yang memperlihatkan pembeli menodongkan senjata tajam kepada kurir yang hanya bertugas mengantarkan barang dari marketplace. Jika ditelusuri, sistem COD ini sejatinya bukanlah sistem baru.

Sistem ini sejatinya sudah muncul sejak beberapa tahun lalu. Namun, mengapa akhir-akhir ini sistem COD seakan banyak menuai masalah?

Menurut Ketua Umum Asosiasi Ecommerce Indonesia (idEA), Bima Laga peralihan perilaku belanja dari luring ke daring menjadi salah satu penyebab banyak kasus terkait COD. Selama pandemi, banyak penduduk Indonesia yang memilih belanja online.

Menurut laporan idEA dan We Are Social, selama pandemi tahun 2020 tingkat belanja online masyarakat Indonesia naik 25-30 persen.

"Kemungkinannya mereka melewatkan beberapa tahapan belanja online yang aman. Sehingga terjadi hal-hal yang seharusnya bisa dihindari," jelas Bima melalui pesan singkat kepada KompasTekno.

Baca juga: Rentetan Kasus COD, Mengancam Kurir hingga Paket Tak Bertuan

Biasanya, orang yang sudah pernah berbelaja online lebih paham mengenai aturan main, seperti memilih transaksi pembayaran secara digital atau transfer bank, melihat rating toko dan deskripsi produk secara detail, serta melihat ulasan.

Selain banyak masyarakat yang belum familiar dengan mekanisme belanja online, minimnya literasi belanja daring juga menjadi persoalan.

Menurut pengamat e-commerce, Ignatius Untung, sistem COD memang menyasar masyarakat yang tingkat literasi digitalnya masih kurang. Sehingga, mereka lebih memilih sistem COD dibanding dengan sistem escrow.

Secara sederhana, sistem escrow memungkinkan proses pembayaran barang tidak langsung menuju rekening penjual tapi dititipkan ke pihak ketiga (escrow account).

Pembayaran baru diserahkan apabila pembeli telah mengonfirmasi jika barang yang diterima sudah sesuai dengan yang dipesan. Tidak hanya pembeli, penjual juga dilindungi dengan sistem ini.

Sebab, agen escrow bertugas untuk mengonfirmasi apakah proses pembayaran sudah benar-benar dilakukan oleh pembeli atau belum.

"Mereka memilih COD saja sudah menjadi salah satu bukti betapa belum begitu mengertinya mereka, bahwa bertransaksi di situs marketplace dengan sistem escrow itu relatif aman," jelas Igantius ketika dihubungi KompasTekno melalui pesan singkat.

Igantius menilai sebenarnya, sistem COD lebih berisiko bagi platform, sebab potensi masalah lebih besar dibanding sistem transaksi lain. Ketika ada masalah barang tidak sesuai harapan, pembeli bisa saja membatalkan pesanan, padahal ongkos logistik sudah terlanjur keluar.

Namun menurut Bima, COD tidak ada bedanya dengan sistem lain jika tahapan belanja dilakukan sesuai dengan aturan.

Baca juga: Marak Lagi, Paket Misterius via COD yang Tak Dipesan Penerima

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com