Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayang-bayang Embargo di Balik Rencana Pembelian Jet Tempur F-16 Viper

Kompas.com - 09/06/2021, 19:11 WIB
Reska K. Nistanto,
Oik Yusuf

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pabrikan pesawat tempur Amerika Serikat (AS), Lockheed Martin melanjutkan kampanyenya di Indonesia dengan menawarkan pesawat tempur generasi 4,5 buatannya, F-16 Block 72 atau yang dikenal dengan sebutan Viper.

Namun tiap kali pemerintah mengungkap rencana pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari pabrikan AS, respons para pemerhati dan masyarakat adalah ketakutan akan embargo, sehingga alutsista itu tidak bisa digunakan maksimal.

Menanggapi hal tersebut, perwakilan Lockheed Martin mengatakan bahwa dalam setiap proses Foreign Military Sales (FMS), semuanya dilakukan secara transparan dan secara jelas mendefinisikan semua aspek program dan kemitraan.

Baca juga: Lockheed Martin: F-16 Viper Pesawat Tempur yang Sesuai Kebutuhan Indonesia

Semua aspek, termasuk kemungkinan akan embargo, dibahas dan disetujui dalam tahap ini. Pemerintah AS menjadi penentu kebijakan program pertahanan atau kemampuan apa yang bisa ditawarkan ke rekanan internasional, termasuk Indonesia.

"Lockheed Martin tidak menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan itu," ujar Mike Kelley, F-16 Business Development Director kepada KompasTekno, Rabu (9/6/2021).

FMS adalah program pemerintah AS untuk membuat keputusan akan sebuah produk dan program pertahanan, serta kontrak dan transfer aktualnya ke mitra internasional.

Pada dasarnya, ini berarti bahwa mitra internasional memiliki kontrak dengan pemerintah AS untuk pengadaan pertahanannya, dan pemerintah AS untuk pengadaan pesawat tempur F-16 ini, menangani kontrak tersebut dengan Lockheed Martin.

"Indonesia telah disetujui oleh Pemerintah AS untuk menerima semua kemampuan dan senjata canggih F-16 Block 72 yang diminta oleh TNI-AU, termasuk radar AESA," lanjut Kelley.

Pernah diembargo

Embargo militer AS memang pernah dialami oleh TNI-AU pada 1999-2005, buntut dari tudingan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) saat konflik Timor-Timur.

Baca juga: Pingsan, Pilot F-16 Diselamatkan Software Anti-tabrakan

Sehingga pesawat-pesawat buatan pabrikan AS yang dimiliki TNI-AU, seperti C130 Hercules, serta pesawat tempur F-5 Tiger dan F-16 Fighting Falcon, kesulitan suku cadang. Kesiapan pesawat-pesawat TNI-AU saat itu diestimasi hanya tinggal 20-40 persen saja.

Padahal, suku cadang adalah bagian integral dan esensial dari perawatan pesawat tempur. Untuk mengakali hal itu, para teknisi harus memutar otak untuk mengakalinya, mulai dari pinjam-pakai antarsuku cadang hingga memproduksi suku cadang sendiri.

Embargo pulalah yang menjadi salah satu alasan, Indonesia berpaling ke Rusia untuk pengadaan pesawat tempur, dengan mendatangkan pesawat Sukhoi Su-27 SKM dan Su-30 MK2 mulai tahun 2003.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com