Namun investasi yang tinggi untuk milimeterband di spektrum di atas 6 GHz, akan membuat belum tentu operator papan tengah mau ikut lelang.
Investasi operator untuk layanan 5G saat ini cukup tinggi, jika masing-masing tetap membangun jaringan sendiri, BTS sendiri, serat optik (FO –fiber optic) dibangun masing-masing.
Melayani 5G tidak mungkin terlepas dari kewajiban membangun jaringan FO, yang akan masuk menyusup ke kawasan-kawasan ekonomi yang padat. Seperti kawasan industri, perkantoran dan sebagainya, selain jaringan angkutan perkotaan, perkebunan dan peternakan.
Biaya investasi (capex – capital expenditure) sebenarnya bisa ditekan kalau semua operator mau saling terbuka. Biaya sosial akan bisa murah kalau, misalnya, Telkom yang punya jaringan FO lebih dari 100.000 kilometer panjangnya, menyewakan sebagian kapasitas FO-nya.
Di satu kawasan yang hanya ada FO milik XL Axiata, atau milik Smartfren/Moratel, operator lain tidak usah membangun, cukup menyewa.
Apalagi, di kawasan perkotaan padat bisnis, keharusan membangun BTS yang jarak antaranya tidak sampai 200 meter bisa digantikan dengan jaringan FO yang sekaligus bisa berfungsi sebagai BTS.
Arogansi superior, ditambah kekhawatiran si penyewa akan lebih unggul, membuat pemilik infrastruktur berupa BTS dan FO enggan menyewakan fasilitasnya.
Tetapi konsolidasi, tidak harus merger, menjadi sebuah kesempatan untuk mengefisienkan layanan telekomunikasi yang sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat. (*Moch S Hendrowijono, Pengamat Telekomunikasi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanKunjungi kanal-kanal Sonora.id
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.