Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Google Didenda Rp 8,5 Triliun, Ini Penyebabnya

Kompas.com - 14/07/2021, 08:49 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

Sumber Reuters

KOMPAS.com - Raksasa teknologi asal Amerika Serikat, Google, kembali dijatuhi denda. Kali ini pengawas persaingan usaha Prancis (French Competition Authority/FCA) menjatuhkan denda sebesar 500 juta euro atau setara dengan Rp 8,59 triliun.

Sanksi denda dari FCA ini merupakan yang kedua kalinya diterima Google pada 2021 ini. Sebelumnya, Google didenda oleh FCA sebesar Rp 3,8 triliun pada awal Juni lalu, karena dinilai telah menyalahi regulasi persaingan usaha yang berkaitan dengan iklan online di Eropa.

Denda kali ini dijatuhi karena Google dianggap gagal mematuhi perintah sementara dari regulator Prancis.

Adapun perintah yang dimaksud ialah, Google wajib melakukan diskusi dengan kantor berita atau penerbit di Prancis terkait kompensasi yang harus dibayarkan perusahaan (remunerasi), atas cuplikan berita online yang muncul di pencarian Google.

Kewajiban ini menyusul dengan adanya neighbouring rights (hak-hak terkait) di bawah arahan Uni Eropa. Neighbouring rights memberikan hak eksklusif kepada pencipta  

Hak tersebut bertujuan agar penerbit dan kantor berita mendapatkan imbalan atas penggunaan konten mereka di platform online, termasuk Google.

Baca juga: Mantan CEO Google Dorong AS Rangkul Jepang dan Korea Melawan China

"Ketika otoritas menetapkan suatu kewajiban bagi sebuah perusahaan, itu harus dipatuhi dengan cermat, baik dalam semangat dan surat (keputusan). Di sini, sayangnya tidak demikian," kata Isabelle de Silva selaku Presiden FCA.

De Silva mengatakan, regulator juga menganggap Google tidak bertindak dengan itikad baik dalam negosiasi dengan penerbit atau kantor berita di Perancis.

Terkait sanksi ini, Google mengaku kecewa dengan putusan tersebut, padahal perusahaan sudah berupaya mencapai kesepakatan dengan kantor berita atau penerbit. Meski demikian, Google mengatakan akan tetap mematuhi sanksi denda tersebut.

"Kami telah bertindak dengan itikad baik di seluruh proses. Denda ini mengabaikan upaya kami untuk mencapai kesepakatan, dan kenyataan bagaimana berita bekerja di platform kami," kata seorang juru bicara Google, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Reuters, Rabu (14/7/2021).

Google mengatakan akan berupaya menyesuaikan penawaran kompensasi dan selanjutnya mencapai kesepakatan dengan penerbit atau kantor berita.

Setelah sanksi denda ini, Google juga diharuskan mengajukan proposal terkait rencana remunerasi konten berita dari penerbit atau kantor berita Prancis yang muncul di Google, dalam kurun waktu dua bulan ke depan.

Jika hal ini tidak juga dilakukan, Google akan mendapatkan denda tambahan hingga 900.000 euro (kira-kira Rp 15,4 miliar) per harinya hingga proposal diterima oleh regulator Prancis.

Sudah buat kesepakatan "News Showcase"

Penerbit berita Prancis seperti Alliance de la presse d’information generale (APIG), Syndicate of magazine press publishers (SEPM) dan Agence France-Presse (AFP) juga menuduh Google gagal mengadakan pembicaraan dengan mereka untuk menemukan landasan bersama untuk remunerasi konten berita online ini.

Baca juga: Google Umumkan 8 Lulusan Program Akselerator Startup Pertama di Indonesia

Padahal sebelum dijatuhi denda, Google dengan APIG telah meneken kesepakatan remunerisasi konten berita di bawah program "News Showcase".

Berdasarkan dokumen yang diketahui Reuters, Google disebutkan setuju membayar 76 juta dollar AS (sekitar Rp 1 triliun) kepada 121 penerbit dan kantor berita lokal maupun nasional yang ada di Perancis, selama tiga tahun ke depan.

Sayangnya kesepakatan kompensasi konten berita di bawah program "News Showcase" ini harus ditunda, dan menunggu keputusan pengawas persaingan usaha Perancis.

Hadapi hal yang sama di Australia

Adanya kewajiban memberikan kompensasi kepada penerbit maupun kantor berita yang konten beritanya muncul di pencarian Google, juga sebelumnya dihadapi perusahaan di Australia pada Januari lalu.

Bila di Eropa, Google harus menghadapi neighbouring rights, di Australia Google harus menghadapi Undang-undang bernama News Media Bergaining Code Law.

UU tersebut mengharuskan perusahaan teknologi untuk membayar komisi kepada perusahaan media, untuk setiap artikel berita yang muncul di cuplikan (snippet) dan tautan Google Search, atau yang dibagikan di Facebook.

Mulanya, Google dan Facebook bersikeras menolak aturan tersebut. Bahkan, keduanya mengancam akan hengkang dari Negeri Kanguru.

"Setelah melihat undang-undang ini secara rinci serta mempertimbangkan risiko keuangan dan operasional, kami tidak menemukan cara alternatif untuk dapat terus menawarkan layanan kami di Australia," kata Mel Silva, Wakil Presiden Google Australia dan Selandia Baru kepada Komite Legislasi Ekonomi Senat Australia.

Baca juga: Kominfo Gandeng Google Perangi Misinformasi di Internet, Begini Caranya

Google menilai UU tersebut memiliki konteks yang sangat luas. Selain itu, membayar konten yang muncul di snippet atau tautan di Google Search akan merusak sistem kerja web.

Alhasil, Google meminta legislatif Australia merevisi undang-undang tersebut agar lebih jelas dan tidak terlalu luas konteksnya. Permintaan tersebut akhirnya dituruti legislator Australia.

Setelah direvisi, Google akhirnya tunduk terhadap News Media Bergaining Code Law, dan sepakat membayar ke perusahaan media milik Rupert Murdoch, News Corporation.

News Corporation menaungi beberapa perusahaan media internasional ternama yang beroperasi di AS dan Australia, seperti The Sun, The Times, Wall Street Journal, dan The Australian.

Tidak disebutkan berapa nilainya. Tapi dari laporan Guardian, News Corporation menerima "pembayaran yang siginifikan". Kerja sama ini mencakup program Google News Showcase yang berlangsung selama tiga tahun ke depan.

Google News Showcase adalah program untuk membantu organisasi berita menerbitkan dan mempromosikan berita mereka secara online.

Perusahaan media yang tergabung dalam program tersebut akan mendapat imbalan bayaran atas keahlian jurnalis mereka.

Selain itu ada pula investasi untuk meningkatkan video jurnalisme dan pengembangan platform berlangganan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Reuters


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com