Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Twitter Kebanjiran Permintaan untuk Hapus Twit Jurnalis dan Media

Kompas.com - 15/07/2021, 11:11 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Reza Wahyudi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Twitter kebanjiran permintaan untuk menghapus konten yang diunggah jurnalis dan penerbit berita sepanjang tahun 2020. Permintaan itu datang dari pemerintah dari berbagai penjuru dunia.

Menurut laporan transparansi yang dirilis Twitter Rabu (14/7/2021), ada 199 akun jurnalis dan media terverifikasi yang menghadapi 361 permintaan hukum dari pemerintah yang ingin agar konten mereka dihapus.

Jumlah itu tercatat pada paruh kedua tahun 2020, di mana angkanya naik 26 persen dari paruh pertama tahun 2020. Pada akhirnya, Twitter menghapus lima twit yang diunggah jurnalis dan penerbit berita dari platformnya.

India disebut paling banyak meminta penghapusan konten, diikuti Turki, Pakistan, lalu Rusia. India menggeser Amerika Serikat yang sebelumnya menjadi negara paling banyak meminta penghapusan konten yang diunggah jurnalis dan penerbit berita.

Twitter tidak menjelaskan alasan sejumlah negara tersebut meminta penghapusan twit-twit yang diunggah jurnalis dan media.

Tidak hanya penghapusan twit, Twitter juga mengatakan ada beberapa lembaga negara yang meminta informasi terkait pengguna.

Twitter mengatakan, secara global mereka menerima 14.500 lebih permintaan informasi terhitung sejak 1 Juli-31 Desember 2020, sebagaimana KompasTekno rangkum dari Reuters, Kamis (15/7/2021).

Permintaan itu termasuk juga identitas orang yang mengunggah twit dengan nama samaran. Twitter juga menerima lebih dari 38.500 permintaan legal untuk menghapus beberapa jenis konten.

Angka tersebut turun 9 persen dari paruh pertama tahun 2020, di mana 29 persen permintaan telah dipenuhi. Twitter beberapa kali bersitegang dengan beberapa negara, seperti India dan Amerika Serikat, terutama ketika masih dipimpin pemerintahan Donald Trump.

Baca juga: Twitter Tutup Permanen Akun Donald Trump

Di India, perselisihan Twitter dan pemerintah dimulai awal tahun lalu saat Twitter menolak permintaan pemerintah untuk menghapus sejumlah akun yang dianggap "merugikan negara" selama aksi protes petani.

Akibatnya, India mengeluarkan kebijakan yang intinya mewajibkan platform media sosial yang beroperasi di sana mematuhi segala aturan hukum yang berlaku dan menempatkan orang lokal untuk mengisi posisi pematuhan aturan.

Baca juga: Twitter Umumkan Penutupan Fleet

Dalam laporan yang sama, Twitter juga mengungkap angka impresi yang melanggar pedoman Twitter mencapai kurang dari 0,1 persen secara global di paruh kedua tahun 2020. Ini adalah pertama kalinya Twitter merilis data semacam itu.

Twitter menambahkan teknologinya secara aktif mengidentifikasi lebih dari 65 persen konten yang melanggar pedomannya untuk kemudian ditinjau secara manual oleh manusia. Angka ini lebih tinggi dibanding mengandalkan laporan yang dikirimkan oleh pengguna Twitter.

Seperti media sosial lain, Twitter terus berusaha untuk menertibkan konten pengguna terutama yang memuat unsur ujaran kebencian, misinformasi, dan pelanggaran lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com