Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Syarat yang Diminta Google untuk Hapus Aplikasi Pinjol Ilegal

Kompas.com - Diperbarui 20/08/2021, 18:18 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Maraknya layanan pinjaman online (pinjol) ilegal cukup meresahkan masyarakat. Selain bunga yang tinggi, cara penagihan ke nasabah juga sering tidak sesuai etika dan dinilai mengintimidasi.

Menyikapi hal ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) melakukan beberapa upaya untuk memberantas layanan pinjol ilegal, salah satunya adalah memutus akses melalui toko aplikasi Play Store dan App Store.

Baca juga: Cara Cek Aplikasi Pinjaman Online Ilegal lewat WhatsApp dan Situs OJK

"Pemutusan akses dilakukan secara langsung, maupun melalui toko aplikasi Play Store dan App Store," kata Menteri Kemkominfo, Johnny G. Plate dalam acara penandatanganan Pernyataan Bersama dalam Rangka Pemberatasan Pinjaman Online Ilegal, Jumat (20/8/2021).

Permintaan pemerintah

Namun, Google tak serta merta menghapus aplikasi dari Play Store. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.

Dihubungi secara terpisah, Google mengatakan tindakan pembatasan dan penghapusan aplikasi baru akan dilakukan setelah ada permintaan dari pemerintah, dan sudah melalui peninjauan menyeluruh.

"Kami mengandalkan pemerintah untuk memberi tahu kami tentang konten yang mereka yakini ilegal melalui proses resmi, dan akan membatasi sebagaimana mestinya setelah peninjauan menyeluruh," jelas perwakilan Google dihubungi KompasTekno, Jumat (20/8/2021).

Google juga memperbarui kebijakan bagi para pengembang aplikasi pinjaman online di India dan Indonesia, pada 28 Juli 2021 lalu. Khusus di Indonesia, Google hanya akan mengizinkan aplikasi pinjaman pribadi yang diberi lisensi oleh, atau terdaftar di OJK.

Pengembang harus menyertakan dokumentasi OJK sebagai bukti. Dalam persyaratan aplikasi, Google juga tidak mengizinkan penerbitan atau pengungkapan kontak non-publik orang lain secara ilegal.

Sementara Juru Bicara Kemkominfo, Dedy Permadi mengaku pemerintah selalu berkoordinasi dengan platform digital untuk memutus akses konten negatif, termasuk aplikasi pinjaman online.

"Pemutusan akses tersebut dilakukan berdasarkan permintaan dari OJK," jelas Dedy melalui pesan singkat.

Baca juga: Ciri-ciri Pinjol Ilegal dan Cara Melaporkannya ke OJK

Dedy menambahkan, Kemkominfo juga terus berkoordinasi dengan operator seluler terkait permasalahan iklan spam, serta iklan pinjol ilegal. Sebab, iklan pinjol ilegal kerap dikirim lewat SMS sebagai iklam spam.

Menurut Dedy, operator seluler memiliki kewajiban untuk menon-aktifkan nomor pelanggan yang diindikasikan atau diketahui disalahgunakan untuk tindak pidana atau perbuatan melanggar hukum, sesuai Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Lintas pihak

Selain pemutusan akses, Kemkominfo juga akan melakukan tindakan berkaitan dengan pengamanan data pribadi pengguna, dan melakukan penanganan jika terjadi indikasi kebocoran data pribadi.

Selain itu, Kemkominfo akan melakukan klarifikasi terhadap hoaks dan disinformasi melalui kerja sama lintas pihak, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan pihak terkait lainnya.

Baca juga: OJK Blokir 3.193 Platform Pinjaman Online Ilegal

"Kominfo mendukung upaya penegakan hukum melalui kerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait seperti BSSN, Bareskrim Polri, dan Kejagung," jelas Johnny.

Terhitung sejak tahun 2018 hingga 17 Agustus 2021, Kemkominfo mengklaim telah memblokir 3.856 platform fintech ilegal termasuk layanan pinjol yang tidak terdaftar di OJK.
Hingga saat ini, hanya ada 121 layanan pinjol resmi yang berada di bawah kepengawasannya.

"Kami akan sangat tegas dan tidak kompromi terkait pelanggaran-pelanggaran di sektor finansial tersebut," jelas Johnny.

Modus penipuan online

Kemkominfo juga akan melakukan upaya edukasi kepada masyarakat untuk memberikan pemahaman terkait layanan pinjaman online. Edukasi ini akan dilakukan lewat Gerakan Literasi Nasional.

Kemkominfo meminta masyarakat agar tetap waspada dengan modus penipuan online, seperti phishing, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering. Phishing mrupakan modus penipuan, di mana pelaku menyamar sebagai lembaga resmi dan menjebak korban elalui e-mail, SMS, atau telepon.

Kemudian pharming adalah penipuan dengan modus mengarahkan korban ke situs web palsu, di mana entri domain name system (DNS) yang di-klik korban, akan tersimpan dalam bentu cache.

Baca juga: Ada Upaya Penipuan Lewat Pishing, Ini Imbauan Bukalapak

Hal ini akan memudahkan pelaku untuk mengakses perangkat korban secara ilegal dengan cara menanamkan malware ke perangkat target.

Lalu modus sniffing adalah tindakan peretasan untuk mengumpulkan informasi secara ilegal lewat jaringan yang ada di perangkat korban. Dengan cara ini, pelaku bisa mengakses aplikasi yang menyimpan data penting pengguna.

Kemudian modus money mule merupakan aksi penipuan di mana oknum meminta korbannya untuk menerima sejumlah uang ke rekening untuk nantinya ditransfer ke rekening korban.

Modus terakhir yakni social engeenering adalah upaya manipulasi psikologis agar korban menuruti kehendak pelaku penipuan. Menkominfo tidak memungkiri bahwa industri fintech di Indonesia sangat menjanjikan, baik dari pendanaan maupun penyaluran dana.

Hingga bulan Juni, tercatat 25,3 juta masyarakat yang terjangkau layanan peer-to-peer lending fitech.

"Lebih banyak dari bulan Januari 2021 yang menjangkau 24,7 juta masyarakat," imbuh Johnny.

Oleh karena itu, menurut Menkominfo, diperlukan adanya kolabroasi antara kementerian dan lembaga terkait untuk membuat ekosistem industri peer-to-peer lending fintech lebih baik. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com