Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Pinjol Ilegal Muncul akibat Literasi Digital Rendah

Kompas.com - 21/08/2021, 07:36 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus pinjaman online (pinjol) ilegal yang merugikan pelanggan kian marak akhir-akhir ini. Beberapa kasus viral terkait pinjol memperlihatkan bahwa seseorang bisa terlilit utang hingga ratusan juta rupiah karena layanan pinjol abal-abal ini.

Kasus lainnya, sejumlah pinjol yang diduga ilegal ini kerap meneror nasabah untuk melunasi utangnya, dengan mengancam akan menyebarkan data pribadi nasabah tersebut.

Pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Fithra Faisal, tak memungkiri bahwa keberadaan aplikasi pinjol ini semakin banyak diakses masyarakat karena akses yang mudah, tetapi literasi digital yang rendah.

Baca juga: Ini Syarat yang Diminta Google untuk Hapus Aplikasi Pinjol Ilegal

Hal ini menurut Fithra, didorong oleh dua faktor utama. Pertama, perkembangan sektor teknologi informasi (ICT) yang lebih signifikan dibandingkan sektor lainnya.

Faktor kedua, adanya impitan ekonomi yang dialami oleh masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah akibat pandemi Covid-19 ini.

Akses mudah, literasi digital rendah

Fithra menjelaskan, perkembangan sektor teknologi informasi yang signifikan ini membuat masyarakat lebih mudah mendapatkan akses ke platform digital, apa pun bentuknya.

Termasuk akses ke aplikasi pinjaman online legal yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga pinjol ilegal sekalipun.

Dengan modal paket data dan smartphone saja, masyarakat sudah bisa mengunjungi situs pinjol dan mengunduh aplikasi pinjol di toko aplikasi.

Sayangnya, peningkatan akses ke aplikasi ini tidak dibarengi dengan literasi digital maupun literasi keuangan. Ini kemudian berdampak kepada pengguna, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah yang memiliki tingkat pendidikan yang terbatas.

"Utamanya berdampak pada masyarakat menengah ke bawah yang memang tingkat pendidikannya terbatas. Karena merekalah yang lebih banyak terjerat kasus pinjaman online itu," kata Fithra.

Dengan adanya akses yang terbuka luas, masyarakat bisa dengan mudah melihat iklan-iklan pinjol bertebaran di ruang maya.

Baca juga: Ciri-ciri Pinjol Ilegal dan Cara Melaporkannya ke OJK

"Bahkan mereka bisa mendapatkan cerita manis dari pinjol yang bisa pinjam ini itu dengan mudah, tanpa syarat macam-macam. Siapa yang tidak tergiur?" kata Fithra.

Ia menambahkan, tanpa literasi digital, masyarakat akan sulit menyaring informasi yang didapatnya di internet, termasuk cerita-cerita manis soal pinjaman online ini.

Impitan ekonomi

Situasi ini semakin diperparah bila pengguna mengalami masalah ekonomi. Fithra mengungkapkan, masyarakat kelas menengah ke bawah adalah pihak yang paling terdampak pandemi Covid-19 ini.

"Kaum menengah ke bawah yang sangat mengandalkan mobilitas dalam mengumpulkan pendapatan. Karena pandemi ini kemudian menghambat mobilitas orang, makanya mereka mengalami pengurangan pendapatan juga," kata Fithra.

Bila dilihat dari dana pihak ketiga, kata Fithra, masyarakat yang punya akun keuangan dengan jumlah Rp 5 miliar ke atas meningkat cukup signifikan selama pandemi ini. Sedangkan pemilik akun Rp 100 juta, jumlahnya semakin lama semakin turun.

Apa artinya? Menurut Fithra, pertumbuhan ekonominya lebih banyak ditopang oleh orang-orang kaya. Sementara pendapatan dan tabungan orang-orang kelas menengah ke bawah semakin berkurang karena masalah pandemi.

Baca juga: OJK Blokir 3.193 Platform Pinjaman Online Ilegal

Di tengah impitan ekonomi, masyarakat yang sangat membutuhkan uang akhirnya tak punya pilihan selain mengambil pinjaman dari aplikasi pinjol. Karena memang, kata Fithra, mengajukan pinjaman atau kredit di bank persyaratannya sulit.

"Jadi sebenarnya, akar masalah dari pinjol ini adalah kemiskinan dan impitan ekonomi. Misalnya, mereka mau makan sekarang, tapi enggak ada duit. Akhirnya saat ditawari pinjol  langsung diambil, tanpa pikir panjang," kata Fithra.

Karena tak dibarengi dengan literasi digital tadi, akhirnya pengguna tak mengerti secara utuh konsekuensi bila mengambil pinjaman online. 

Padahal, sebelum memutuskan mengambil pinjaman online, pengguna harus mengecek terlebih dahulu apakah pinjol itu sudah terdaftar di OJK, bagaimana proyeksi pembayarannya, berapa bunganya, dan sebagainya.

"Alhasil, karena adanya perkembangan sektor ICT yang signifikan dan di sisi yang lain ada impitan ekonomi, maka ini suatu hal yang sangat alami terjadi. Saya melihat keberadaan pinjol ini semakin signifikan karena adanya pandemi ini," pungkas Fithra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com