Sebab, infrastruktur kabel internet bawah laut ini dilengkapi dengan repeater, dengan jarak sekitar 30 hingga 90 mil (50 hingga 150 kilometer).
Repeater inilah yang rentan terhadap arus geomagnetik, yang kemungkinan terjadi selama badai matahari ekstrem.
Menurut penelitian Jyothi, bila ada satu repeater pada kabel bawah laut yang terganggu, maka ini akan memengaruhi lalu lintas koneksi internet.
Namun, menurut Jyothi, koneksi internet lokal dan regional sendiri cenderung berisiko rendah terganggu.
Karena biasanya koneksi internetnya ditransmisikan melalui kabel serat optik yang tidak terpengaruh oleh arus yang diinduksi secara geomagnetik.
Baca juga: DNS Mampet, Internet Sedunia Bisa Tumbang
Bila badai matahari ekstrem selanjutnya benar-benar menciptakan "kiamat internet", maka koneksi internet di seluruh benua bisa saling terputus satu dengan yang lainnya.
Menurut penelitian, negara-negara yang berada garis lintang tinggi, lebih rentan terhadap cuaca matahari daripada negara-negara di garis lintang yang lebih rendah.
Negara dengan garis lintang tinggi maksudnya adalah negara yang letak astronomisnya berada pada 66,5° - 90° LS/LU dekat dengan wilayah kutub, seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Jika terjadi badai geomagnetik yang dahsyat, negara-negara dengan garis lintang tinggi itulah yang kemungkinan besar akan terdampak dan terputus dari jaringan internet terlebih dahulu.
Ketika kabel internet bawah laut terdampak gangguan geomagnetik dari badai matahari ekstrem, sulit diprediksi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memperbaikinya.
Baca juga: 4 Provinsi dengan Internet Seluler Terkencang di Indonesia
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.