Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Gatot Rahardjo
Pengamat Penerbangan

Pengamat penerbangan dan Analis independen bisnis penerbangan nasional

kolom

Holding BUMN Aviasi – Pariwisata, Jangan Mengulangi Kesalahan Garuda

Kompas.com - 09/09/2021, 10:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kita ingin menjadi suatu bangsa yang seperti setiap hari digembleng oleh keadaan.
Digembleng, hampir hancur lebur, bangkit kembali…

(Pidato Bung Karno pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di istana negara tahun 1964)

Sejak awal, Bung Karno sebagai founding father Indonesia sudah menyatakan bahwa kalau ingin menjadi bangsa yang besar harus mau digembleng oleh keadaan, up and down, berkompetisi sehat di bidang apa saja termasuk di bidang bisnis.

Namun wejangan Bung Karno ini seperti terlupakan saat kita membaca pemberitaan tentang rencana dibentuknya beberapa holding badan usaha milik negara (BUMN).

Baca juga: Sandiaga Uno Targetkan Holding BUMN Pariwisata Bisa Melantai di Bursa

Termasuk di antaranya adalah holding BUMN yang bergerak di bidang penerbangan (aviasi) dan pariwisata.

Holding yang diinisiasi oleh Kementerian BUMN ini rencananya akan beranggotakan PT Angkasa Pura I dan II, maskapai Citilink Indonesia dan BUMN lain dari bidang aviasi, dan beberapa BUMN pariwisata seperti Sarinah, Pengembangan Pariwisata Indonesia, Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko.

Mall besar vs warung

Holding ini bisa dibayangkan seperti sebuah mal besar yang menjual berbagai macam produk penerbangan dan pariwisata. Orang yang masuk ke mal ini akan dimanjakan dengan berbagai produk dan layanan dari masuk hingga keluar mal.

Dengan demikian diharapkan banyak masyarakat yang tertarik untuk mengunjungi dan berbelanja di mal besar ini.

Merchant atau pemilik kios-kios di mal ini tentu saja juga akan mendapat banyak keuntungan. Salah satu contohnya, kerja sama antar-merchant yang dipimpin oleh pengelola mal bisa membuat biaya operasi mereka menjadi turun.

Dengan banyaknya pemasukan dari masyarakat yang berbelanja, tentu saja kondisi ini akan sangat menguntungkan.

Namun perlu diingat bahwa Indonesia bukan hanya terdiri dari mal besar itu. Banyak juga toko-toko kecil bahkan warung. Banyak perusahaan swasta di bidang penerbangan dan pariwisata yang modalnya tidak sekuat BUMN.

Baca juga: Geliat Aktivitas Penerbangan di Bandara Husein Sastranegara Bandung Pasca-penurunan Harga Tes PCR

Mereka mungkin hanya mengandalkan kelincahan dan kepandaian dalam berbisnis, bukan modal yang besar. Bagaimana mereka bisa bersaing dengan mal besar ini, mengingat dalam operasionalnya mereka harus tetap berhubungan dengan salah satu kios di mal tersebut.

Contohnya adalah keberadaan PT Angkasa Pura I dan II yang merupakan pengelola bandar udara besar dalam hal pasar yang menjadi anggota holding. Di bandara AP I dan AP II tentu juga akan beroperasi maskapai-maskapai yang bukan anggota holding.

Lalu bagaimana pelayanan AP terhadap maskapai – maskapai ini? Berbeda atau tidak? Jika berbeda, tentu akan merugikan maskapai swasta. Jika sama pelayanannya, lalu untuk apa dibentuk holding?

Misalnya lagi, Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko tentu saat ini juga melayani wisatawan yang menggunakan maskapai non Citilink (anggota holding).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com