"Secara umum, kebanyakan data yang bocor dan diretas hanya dibagikan di Telegram setelah dipampang di dark web, atau gagal menemukan pembeli dan memutuskan untuk membagikan informasi itu secara publik dan melupakannya," sebut VPNMentor dalam laporannya
Atas laporan VPNMentor, Telegram mengaku tidak bisa memverifikasi temuan tersebut karena peneliti disebut tidak memberikan informasi detail untuk mengindentifikasi kanal yang bermasalah.
Menurut Samra, beralihnya penjahat siber dari dark web ke Telegram salah satunya dikarenakan anonimitas yang ditawarkan oleh sistem enkripsi layanan tersebut.
Seperti WhatsApp, Telegram juga memiliki fitur enkripsi untuk mengamankan percakapan penggunanya, meskipun bukan sepenuhnya end-to-end (enkripsi dari ujung ke ujung).
Di Telegram, keamanan end-to-end encryption hanya ada di fitur Secret Chat Telegram. Akan tetapi, Samra tidak menampik banyak pula kelompok penjahat siber yang bersifat publik.
Terlebih, menurut Samra, Telegram lebih mudah diakses banyak orang, memberikan fungsionalitas lebih baik, dan secara umum lebih sulit ditelusuri penegak hukum dibanding dark web.
Baca juga: Merunut Kebocoran Data E-HAC Kemenkes, dari Kronologi hingga Hapus Aplikasi
"Di beberapa kasus, lebih mudah menemukan pembeli di Telegram ketimbang forum karena semuanya lebih halus dan cepat. Akses lebih mudah dan data bisa dibagikan ke lebih banyak orang secara terbuka," jelas Samra.
Dibanding WhatsApp, menurut Samra, peretas lebih memilih Telegram lantaran alasan privasi dan WhatsApp menampilkan nomor di chat grup.
Telegram disebut lebih longgar dalam urusan moderasi konten dibanding media sosial lain. Hal ini akan mempengaruhi pengawasan terhadap Telegram yang lebih ringan.
Sebab itulah, Telegram kerap dituding menjadi wadah kelompok penyebar kebencian dan teori konspirasi. Atas temuan Cyberint, Telegram mengatakan mereka memiliki kebijakan untuk menghapus data pribadi yang dibagikan tanpa izin.
Telegram juga mengklaim memiliki moderator konten profesional yang menghapus lebih dari 10.000 komunitas publik yang melanggan syarat dan ketentuan platform berdasarkan laporan pengguna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.