Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Huawei, Pemerintah AS Incar Honor untuk Di-blacklist

Kompas.com - 23/09/2021, 11:02 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Oik Yusuf

Tim Redaksi

Sumber Gizmochina

KOMPAS.com - Sejak pemerintahan mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump memasukan Huawei ke dalam daftar hitam (entity list), perusahaan asal China itu masih menghadapi masa sulit hingga sekarang.

Saat Trump lengser dan pemerintahan berganti ke tangan Joe Biden awal tahun lalu, ada sedikit angin segar bahwa sanksi untuk Huawei akan ditinjau ulang.

Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan hal itu, bahwa Biden akan meninjau lebih lanjut perintah eksekutif yang diterbitkan Trump untuk Huawei.

Namun, angin segar itu sekadar lewat. Sebab, kabar terbaru menyebut Biden berencana melanjutkan blokir Huawei. Tidak hanya Huawei, ex sub-brand Hauwei, yakni Honor Device Co juga disebut akan diawasi secara ketat oleh pemerintah AS.

Sebetulnya, Huawei telah menjual Honor akhir tahun 2020 lalu ke konsorium Shenzen Zhixin New Information.

Baca juga: Pendiri Huawei Ungkap Alasan Jual Bisnis Ponsel Honor

Menurut wakil sekertaris perdagangan untuk industri dan keamanan Amerika Serikat Alan Estevez pengawasan terhadap Honor dilakukan untuk memastikan apakah Honor benar-benar sudah terpisah dari Huawei.

Citra Honor diharapkan "bersih" dari nama Huawei untuk menghindari atau setidaknya meminimalisir dampak daftar hitam.

"Saya telah melihat manuver sebelumnya dari China," kata Estevez pada sidang komite perbankan Senat.

Hingga saat ini, Huawei disebut terus tertekan karena tidak bisa memenuhi komponen untuk memproduksi smartphone setelah dilarang berbisnis dengan perusahaan AS.

Baca juga: Seperti Huawei, Produsen Drone DJI Masuk Daftar Hitam Amerika Serikat

Huawei cukup banyak bergantung pada komponen teknologi buatan perusahaan AS, seperti chip dan software Android buatan Google untuk smartphone.

Meskipun sudah dijual Huawei, Honor tetap dicurigai pemerintah AS

Huawei telah menegaskan sudah tidak terlibat aktivitas bisnis apapun, baik dalam operasional maupun manajemen dengan Honor.

Namun, ada kabar beredar bahwa Biden disebut akan tetap memblokir Honor setelah anggota parlemen melayangkan surat berisi kekhawatiran akan perusahaan asal China itu.

Surat itu disampaikan kepada Sekretaris Departemen Perdagangan, Gina Raimondo bulan lalu.
Minggu lalu, empat agensi AS terpecah karena perbedaan pendapat tentang apakah Honor harus masuk daftar hitam Departemen Perdagangan AS seperti Huawei atau tidak.

Belum ditemukan kesepakatan umum di antara empat agensi itu apakah Honor akan memberikan ancaman signifikan bagi keamananan nasional AS atau tidak.

Baca juga: Manuver Huawei, ZTE, dan Xiaomi Melawan Blacklist AS

Menurut informasi sumber dalam, Pentagon dan Departemen Energi mendukung dimasukannya Honor ke dalam blacklist.

Tapi usulan itu ditentang Departemen Perdagangan dan Departemen Luar Negeri, seperti dirangkum KompasTekno dari Gizmo China, Kamis (23/9/2021).

Ini bukan kali pertama muncul gagasan untuk memasukan Honor ke dalam daftar hitam. Sejumlah anggota DPR dari Partai Republik sudah membicarakan usulan tersebut. Sebab, ada kecurigaan bahwa Honor tetap menjadi afiliasi Huawei.

Melihat situasi ini, tidak menutup kemungkinan Huawei akan tetap masuk kblacklist selama politisi AS memandang perusahaan mengancam keamanan nasional AS melalui teknologinya, terlepas dari siapa Presiden AS yang berkuasa.

Di sisi lain, Huawei masih berjibaku untuk mencari alternatif komponen dari Amerika demi memenuhi produksi perangkatnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Gizmochina
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com