Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Gatot Rahardjo
Pengamat Penerbangan

Pengamat penerbangan dan Analis independen bisnis penerbangan nasional

kolom

Ayo Bantu Garuda!

Kompas.com - 22/11/2021, 13:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Garuda Indonesia, Maskapai penerbangan kebanggaan bangsa Indonesia sekarang sedang dilanda masalah besar. Garuda tidak sedang baik-baik saja. Permasalahan utamanya adalah aliran cash flow yang menurun tajam karena pendapatannya yang juga menurun.

Pendapatan menurun karena jumlah penumpang berkurang imbas dari pengetatan perjalanan masyarakat oleh pemerintah dalam rangka mencegah meluasnya pandemi Covid-19.

Dari data laporan Garuda Indonesia, pada tahun 2020 lalu jumlah penumpang domestiknya turun hingga 71,3 persen dibanding tahun 2019 yaitu dari 15,5 juta menjadi tinggal 4,6 juta penumpang. Sedangkan penerbangan internasionalnya turun hingga 83,2 persen yaitu dari 4,3 juta menjadi 772 ribu penumpang.

Memang Garuda tidak sendiri. Dari laporan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, total penumpang domestik maskapai Indonesia pada tahun 2020 turun 55,7 persen dibanding 2019 yaitu dari 79,5 juta menjadi 35,4 juta penumpang.

Sedangkan total penumpang internasional turun 80,7 persen yaitu dari 37,3 juta menjadi hanya 7,2 juta penumpang.

Baca juga: Holding BUMN Aviasi – Pariwisata, Jangan Mengulangi Kesalahan Garuda

Bahkan di tingkat internasional, menurut data dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), jumlah penumpang pesawat juga turun 60 persen dan pendapatan maskapai global anjlok hingga US$ 370 miliar atau lebih dari 5.180 triliun rupiah.

Turunnya pendapatan ini mengakibatkan Garuda dan maskapai lain kesulitan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya seperti misalnya pembayaran berbagai utang dan sewa pesawat.

Utang Garuda, menurut beberapa pemberitaan, per November 2021 sudah mencapai Rp100,6 triliun.

Maskapai penerbangan adalah sebuah perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi, tingkat bahaya juga besar dan tentu saja biayanya tidak murah. Jadi anda tidak usah heran dan takjub jika angka-angka di data keuangannya memang bukan angka yang kecil.

Menteri BUMN Erick Tohir selaku pemegang saham wakil pemerintah menyatakan saat ini Garuda sedang melakukan restrukturisasi utang terhadap lessor dan restrukturisasi perusahaan.

Sayangnya di tengah upaya tersebut, justru pejabat-pejabat dari pemerintah sendiri membuat blunder. Seperti misalnya pernyataan wakil menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo yang menyatakan Garuda secara teknis sudah bangkrut. Juga pernyataan bahwa Garuda akan digantikan oleh maskapai lain yaitu Pelita Air Service.

Pernyataan-pernyataan ini tidak seharusnya keluar dari pejabat pemerintah yang seharusnya mendukung upaya perbaikan Garuda. Pernyataan-pernyataan ini tentu saja memperberat upaya negosiasi Garuda dengan lessor.

Bagaimana mungkin lessor bernegosiasi dengan sebuah perusahaan yang sudah dinyatakan bangkut oleh pengelolanya sendiri?

Garuda harus diselamatkan karena mempunyai peran yang sangat strategis bagi bangsa dan negara Indonesia. Bahkan tidak hanya Garuda, semua maskapai di negeri ini seharusnya diselamatkan.

Restrukturisasi internal

Untuk Garuda, skema penyelamatannya harus menyeluruh, baik secara internal maupun eksternal. Di tingkat internal, restrukturisasi menyeluruh harus dilakukan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com