Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Google dan Perusahaan Siber Cari Formula Ideal Iklan Digital

Kompas.com - 26/11/2021, 11:04 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebagian besar perusahaan siber bertumpu pada iklan digital untuk menopang perputaran bisnisnya.

Namun, seiring berjalannya waktu dan pemahaman, banyak pihak mengkritisi pemanfaatan iklan digital. Terutama berkaitan dengan perlindungan data pribadi konsumen.

Google, sebagai salah satu perusahaan teknologi raksasa bersama para pelaku industri digital, termasuk penerbit dan periklanan, berembuk untuk mencari formula ideal untuk penerapan iklan digital.

Mike Katayama, Ads Privacy Leads, Google Asia Pasific mengatakan, pelaku industri digital harus bisa menjalankan bisnisnya dengan tetap menghargai privasi data.

Mike menyebut bahwa Google telah melakukan beberapa pendekatan terkait perlindungan data pribadi, terutama yang berhubungan dengan penerbit atau iklan digital.

Baca juga: Kebocoran Data Terjadi Lagi, Sampai Mana RUU Perlindungan Data Pribadi?

Beberapa pendekatan yang sudah dilakukan meliputi respect direct relationship, publisher first parti data solutions, privacy sandbox, dan output: user transparancy & trust.

"Fitur Privacy Sandbox khususnya bertujuan untuk menghilangkan third party cookies yang dapat mengambil data pribadi dan berpotensi menyebabkan kebocoran data tersebut," kata Mike dalam acara Puncak Indonesia Digital Conference 2021 yang dihelat oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Kamis (25/11/2021).

Untuk itu, lanjut Mike, pelaku bisnis iklan digital diharapkan bisa memaksimalkan penggunaan first party data untuk menyebarkan iklan yang relevan dengan audiens, sekaligus membantu konsumen tetap menjaga privasi daya pengguna.

First party data merupakan data dari konsumen yang dimiliki oleh pelaku bisnis. Misalnya adalah data dari sistem Customer Relationship Management (CRM).

Data yang dihimpun misalnya mencakup perilaku online pengguna yang mengunjungi website, pengguna aplikasi mobile, pengguna produk, pelanggan newsletter, dan umpan balik dari survey konsumen. Bagi pelaku bisnis, data ini penting untuk menyusun strategi marketing.

Baca juga: Permenkominfo No 5 Tahun 2020 Berlaku, Perusahaan Digital Wajib Setor Data Pribadi ke Pemerintah

Namun, keputusan Google menghilangkan third party cookies disebut berdampak signifikan terhadap pelaku bisnis digital.

Sebab, menurut Amir Suherlan, Managing Director Wavemaker Indonesia, sebanyak 72 persen dari total browser yang digunakan masyarakat Asia adalah Google Chrome.

"Ketika third party cookies ditiadakan, pelaku bisnis periklanan digital akan kehilangan tools untuk mengetahui dan menganalisis audience behavior seperti yang sudah dilakukan sejak dulu," jelas Amir.

Kendati demikian, Amir tetap menyarankan pelaku bisnis untuk mencari solusi dan alternatif lain untuk menemkan pola perilaku konsumen, sekaligus bisa ikut tetap menjaga privasi data pengguna.

Beberapa contoh yang ia paparkan adalah penggunaan contextual targeting (pengenalan audience), location-based targeting (pengenalan audiens berdasarkan daerah/lokasi), behavioural cohorts (pengenalan pola pencarian konsumen), user ID management (tidak menggunakan cookies, tapi menggunakan IP Address), clean room solutions (pencocokan data menggunakan first party data).

Bisnis periklanan digital secara global terus menggeliat, termasuk di Indonesia.

Menurut paparan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, Indonesia diprediksi akan mendapat peningkatan anggaran periklanan digital sebesar 54 persen pada tahun 2021 dengan total nilai lebih dari 500 juta dollar AS atau sekitar Rp 7,1 triliun, menurut laporan dari Global Advance.

Ia juga mengatakan, eksositem digital harus dibarengi dengan upaya proteksi melalui produk hukum.

Johnny menambahkan, saat ini sudah ada 32 undang-undang di berbagai sektor, salah satunya UU ITE beserta aturan pelaksanaannya yang telah tertuang dalam Peraturan Menteru Kominfo No 20 Tahun 2016 tentang pelrindungan data pribadi.

Sementara itu, produk hukum yang lebih komprehensif yakni Rancangan UU Perlindungan Data Pribadi, tak kunjung disahkan.

Baca juga: Internet Sudah 5G, Apa Kabar RUU Perlindungan Data Pribadi?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com