Pada Oktober 2021, Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) AS resmi memberikan lampu hijau terhadap perdagangan Bitcoin ETF Berjangka perdananya di bursa saham New York, AS (NYSE) dengan kode "BITO".
Baca juga: Ambisi China Hancurkan Bitcoin dan Semua Kripto
Saham Bitcoin ETF Berjangka ini digunakan untuk melacak dan merekam berbagai kontrak finansial yang terkait dengan harga Bitcoin di masa depan. Sehingga, harga Bitcoin ETF Berjangka tidak harus sama dengan harga Bitcoin.
Konon, hadirnya saham terkait Bitcoin di NYSE menjadi salah satu sentimen positif yang mendongkrak harga Bitcoin pada saat itu.
Harga Bitcoin menyentuh rekor tertingginya pada tahun 2021. Pada 10 November 2021, satu keping Bitcoin bernilai 69.000 dollar AS atau sekitar Rp 987 juta.
Harga tersebut otomatis membuat valuasi Bitcoin di pasar meroket hingga 3 triliun dollar AS atau sekitar Rp 42.900 triliun.
Berdasarkan data CoinDesk, harga Bitcoin saat berita ini dibuat berada di angka 46.000 dollar AS (sekitar Rp 658 juta) per keping, dengan valuasi pasar mencapai 874 miliar dollar AS atau sekitar Rp 12.500 triliun.
Sistem transaksi Bitcoin mendapatkan pembaruan yang dinamai Taproot. Dengan pembaruan tersebut, transaksi Bitcoin diklaim akan lebih aman dan cepat, juga lebih murah.
Selain itu, Taproot juga memungkinkan Bitcoin untuk memproses smart contracts, suatu mekanisme yang bisa menjalankan transaksi mata uang kripto tersebut berdasarkan rangkaian perintah dan kode di dalam sistem blockchain.
Baca juga: Polisi Malaysia Sita Ribuan Mesin Penambang Bitcoin Senilai Rp 11 Miliar
Sistem transaksi Bitcoin terbaru ini sendiri digadang-gadang merupakan peningkatan pertama dan terbesar terhadap mata uang kripto Bitcoin selama empat tahun terakhir.
Berdasarkan data Blockchain.com per Desember 2021, sekitar 90 persen dari total pasokan Bitcoin di seluruh dunia, yang konon mencapai 21 juta keping, telah ditambang.
Sisanya, yaitu 10 persen dari total Bitcoin tersebut, kemungkinan tidak akan ditambang hingga Februari 2140 dan pengguna masih bisa menambang Bitcoin hingga tahun tersebut.
Sekadar informasi, pengguna yang ingin menambang Bitcoin sejatinya harus memecahkan beragam soal matematika kompleks untuk memvalidasi sebuah transaksi Bitcoin.
Pada 2 Januari 2022, Bitcoin hashrate menyentuh rekor tertinggi sepanjang 13 tahun terakhir, yaitu mencapai 203,5 Exahash per detik (Ehash/s).
Angka hashrate ini sendiri biasa dipakai sebagai metrik untuk menentukan berapa kemampuan atau tenaga komputasi (hardware) yang dibutuhkan untuk menambang Bitcoin.
Tingginya angka hashrate bisa berarti bahwa teknologi jaringan blockchain yang menaungi Bitcoin semakin besar, aman, dan tahan terhadap berbagai serangan terhadap sistem blockchain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.