Encoder tadi akan menemukan dan mempelajari kesamaan antara wajah A dan B, lalu mengemasnya menjadi satu algoritma. Dalam proses encoder ini, gambar wajah si A dan B akan dikompresi menjadi sebuah sandi (encoded).
Baca juga: Video Parodi Zuckerberg Hapus Facebook Viral, Ditonton Jutaan Kali
Selanjutnya, pembuat deepfake akan menggunakan algoritma AI kedua yaitu decoder, untuk mengajarkan komputer untuk memulihkan kembali gambar wajah si A dan B yang terkompresi tadi.
Karena ada dua wajah yang digunakan, pembuat deepfake harus melatih satu decoder untuk wajah si A (korban deepfake) dan satu decoder lagi untuk si B (pemeran betulan).
Nah, di sinilah proses pertukaran wajah itu akan dilakukan. Pembuat bisa memasukkan gambar yang sudah dikompresi tadi ke dalam decoder yang salah.
Misalnya, pembuat deepfake memasukkan wajah si A (korban deepfake) ke dalam decoder milik wajah B (pemeran asli).
Baca juga: Teknologi Makin Maju, Penipuan dengan Rekayasa Sosial Pun Berubah
Dengan begitu, decoder bakal merekonstruksi wajah orang B (apemeran asli) dengan ekspresi dan detail lain dari wajah A (korban deepfake).
Setelah proses selesai, wajah A-lah (korban deepfake) yang akan terlihat dalam video porno hasil rekayasa itu, bukan wajah pemeran asli yang benar-menar menjadi subjek video.
Untuk membuat video deepfake yang meyakinkan, encoder dan decoder ini harus dilakukan pada setiap frame.
Selain itu, pembuat juga harus menyempurnakan video deepfake untuk mengurangi efek flicker dan cacat visual lainnya.
Teknologi deepfake semakin mumpuni sehingga semakin sulit bagi pengguna awan untuk menemukan perbedaan antara video asli dan deepfake. Namun, video deepfake dengan kualitas buruk tetap lebih mudah dikenali.
Menurut The Guardian, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Selasa (18/1/2022), ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat apakah video itu hasil rekayasa deepfake atau tidak, berikut di antaranya:
1. Amati gerakan mata
Pada tahun 2018, peneliti AS menemukan bahwa wajah hasil deepfake tidak berkedip secara normal. Hal ini tidak mengherankan sebab sebagian besar gambar menunjukkan orang dengan mata terbuka, sehingga algoritma tidak pernah benar-benar belajar tentang berkedip.
Karena itu, deepfake biasanya mengalami masalah dalam menganimasikan wajah secara realistis sehingga hasilnya terkadang video tidak berkedip, berkedip tidak wajar atau berkedip terlalu sering.
Baca juga: Peneliti Ciptakan Alat Pendeteksi Gambar Palsu Deepfake
2. Cari masalah atau cacat di kulit, rambut, atau wajah yang tampak buram, selain mengamati lingkungan tempat seseorang dalam video berada.
3. Amati apakah pencahayaan alami atau tidak. Seringkali algoritma deepfake mempertahankan pencahayaan klip yang dipakai sebagai model video palsu dan tidak cocok dengan pencahayaan video target.
4. Sinkronisasi antara bibir dan audio mungkin tidak tampak cocok dengan orang dalam video.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.