Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5G Masih Terbatas di Indonesia, Belum Mau atau Belum Bisa?

Kompas.com - 24/01/2022, 09:33 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Reza Wahyudi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia sudah lebih kurang delapan bulan memasuki era komersialisasi 5G. Hal ini terhitung sejak Telkomsel pertama kali meluncurkan layanan 5G ke publik pada Mei 2021 lalu. Kemudian disusul Indosat pada Juni 2021.

Meski sudah ada dua operator seluler yang menggelar 5G, layanan jaringan generasi kelima itu masih menjadi barang langka nan "mewah" bagi kebanyakan orang, sebab ketersediaannya yang masih sangat terbatas.

Untuk tahun 2022 ini, operator seluler juga disebut masih "belum mau" dan "belum bisa" menggelar layanan 5G secara optimal di Indonesia. Setidaknya begitulah menurut pengamat telekomunikasi Moch S. Hendrowijono.

Baca juga: Apa Itu Internet of Things (IoT) dan Hubungannya dengan 5G?

Belum mau karena infrastruktur belum memadai

Menurut Hendro, tahun 2022 ini, operator seluler masih belum mau menggelar layanan 5G secara optimal, termasuk melakukan ekspansi besar-besaran karena infrastruktur yang belum memadai.

"Belum mau karena dukungan infrastruktur yang belum siap, seperti kerapatan BTS (base tranceiver stations) serta kabel serat optik yang belum memadai," kata pria yang akrab disapa Hendro itu melalui pesan singkat kepada KompasTekno, Rabu (19/1/2022).

Hendro menjelaskan, melakukan ekspansi layanan 5G itu memerlukan biaya jauh lebih besar dibandingkan untuk perluasan layanan 4G LTE.

Sebab, kata dia, layanan 5G yang ideal itu menggunakan spektrum frekuensi milimeter band atau, saat ini, alternatifnya dengan frekuensi 26 GHz.

Baca juga: Kominfo Akan Lelang Frekuensi 700 MHz untuk 5G Tahun Ini

Untuk menerima dan memancarkan sinyal 5G tersebut dibutuhkan menara BTS 5G sesuai dengan frekuensi yang digunakan.

Masalahnya, menara BTS milimeterband atau frekuensi 26 GHz yang ideal untuk jaringan 5G itu memiliki jangkauan yang pendek.

"Jangkauan BTS milimeter band (atau alternatif frekuensi 26 GHz) itu hanya 200-an meter," kata Hendro.

BTS 5G Telkomsel di kompleks GBK.KOMPAS.com/Reska K. Nistanto BTS 5G Telkomsel di kompleks GBK.
Jadi dengan kata lain, operator setidaknya harus membangun banyak BTS 5G, misalnya, setiap jarak sekitar 200 meter. Dengan begitu, operator seluler bisa menyediakan layanan 5G dengan kecepatan yang optimal dan merata.

Selain itu, perluasan layanan 5G juga sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur kabel serat optik (fiber optic), sebab jaringan 5G membutuhkan kapasitas transmisi yang besar.

Hendro menilai, infrastuktur BTS 5G maupun kabel serat optik untuk ekspansi jaringan 5G di Indonesia masih belum memadai untuk tahun 2022 ini. Makanya, operator seluler belum mau untuk memperluas jaringan 5G secara besar-besaran tahun ini.

Baca juga: Kominfo Siapkan Jalan Tol Tambahan untuk 5G Tahun Ini

Belum bisa karena lebar spektrum untuk 5G kurang

Sementara itu, kata Hendro, operator seluler juga belum bisa menyediakan layanan 5G secara optimal di tahun 2022.

Karena pada dasarnya, lebar pita frekuensi yang dimiliki masing-masing operator untuk menggelar layanan 5G ini masih tidak cukup.

"Bahkan bisa dikatakan kurang," kata Hendro.

Sejauh ini, dua operator seluler yang sudah meluncurkan layanan 5G memanfaatkan frekuensi yang berbeda, yaitu Telkomsel dengan 2.300 MHz (band n40) dan Indosat dengan 1.800 MHz (band n3).

Telkomsel sendiri memiliki lebar pita 50 MHz di frekuensi 2.300 MHz yang digunakan untuk mengomersialisasikan layanan 5G. Sementara Indosat memiliki total lebar pita 2x22,5 MHz, di mana 20 MHz-nya dimanfaatkan untuk 5G.

Baca juga: Internet 5G di Indonesia, Cakupan Terbatas dan Kecepatannya Masih 4G

Angka tersebut masih jauh dari lebar pita minimal yang dibutuhkan untuk menggelar layanan 5G secara optimal atau melakukan ekspansi jaringan 5G.

"(Lebar pita tersebut) belum memadai. Sebab untuk menggelar layanan 5G yang optimal, satu operator telekomunikasi harus menguasai spektrum frekuensi selebar 100 MHz," lanjut dia.

Ilustrasi 5GIstimewa Ilustrasi 5G
Ia menjelaskan, lebar pita 100 MHz itu harus pada satu spektrum frekuensi yang sama. Bukan gabungan dari beberapa rentang frekunesi yang berbeda, misalnya lebar pita 100 MHz dihasilkan dari gabungan 50 MHz di frekuensi 2.300 MHz dan 50 MHz sisanya di frekuensi 1.800 MHz.

Baca juga: Pengamat Sebut Frekuensi 2,3 Ghz Layak untuk 5G di Indonesia

Sedikit berbeda dengan Hendro, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, Muhammad Ridwan Effendi mengatakan, lebar pita yang ideal untuk menggelar layanan 5G adalah minimal 80 MHz.

"Idealnya minimal 80 MHz sendiri untuk 5G, agar mendapatkan throughput (kecepatan) yang optimal," kata Ridwan kepada KompasTekno.

Spektrum 5G "tak efektif"

Di samping itu, menurut Ridwan, operator seluler saat ini juga masih menghadapi kendala lain dalam mengomersialkan layanan 5G, yaitu ekosistem yang belum banyak mendukung.

"Dari sisi handphone, misalnya, yang mendukung (band n3 dan n40) saja, saat ini masih terbatas," kata Ridwan.

Ekosistem yang masih terbatas itu juga dikarenakan pemilihan frekuensi yang digunakan untuk menggelar 5G saat ini masih mengandalkan infrastruktur jaringan 4G LTE yang sudah ada.

Baca juga: Jaringan 5G Telkomsel Masih Menggunakan Infrastruktur 4G

"Karena kembali lagi, frekuensi yang dipakai saat ini bukan yang paling populer digunakan (untuk menggelar 5G) seperti 700 MHz, 3,5 atau 2,6 GHz," lanjut dia.

Sependapat dengan Ridwan, Hendro bahkan mengatakan bahwa frekuensi yang digunakan operator seluler untuk menggelar layanan 5G saat ini tidak efektif.

"5G tidak efektif menggunakan spektrum frekuensi 1.800 MHz (digunakan Indosat), 2.100 MHz, dan juga 2.300 MHz (digunakan Telkomsel)," kata Hendro.

"Paling bagus, 5G sepenuhnya butuh spektrum frekuensi 26 GHz, 35 GHz, dan frekuensi milineterband yang lebih tinggi lagi," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com