Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

OJK Larang Jasa Keuangan Indonesia Fasilitasi Perdagangan Kripto

Kompas.com - 26/01/2022, 07:21 WIB
Kevin Rizky Pratama,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang keras campur tangan lembaga jasa keuangan dalam segala bentuk aktivitas perdagangan aset uang kripto (cryptocurrency) di Indonesia.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan bahwa larangan tersebut mencakup aksi seperti menggunakan, memasarkan, serta memfasilitasi kegiatan jual beli aset kripto.

Adapun larangan tersebut disampaikan melalui akun Instagram resmi OJK Indonesia @ojkindonesia.

Baca juga: MUI Tetapkan Kripto Haram Jadi Mata Uang untuk Jual Beli

"OJK dengan tegas telah melarang lembaga jasa keuangan untuk menggunakan, memasarkan, dan/atau memfasilitasi perdagangan aset kripto," tulis akun @ojkindonesia.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Otoritas Jasa Keuangan (@ojkindonesia)

Saat ini segala jenis pengawasan dan pengaturan atas aset kripto dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Meski tidak terlibat dengan segala regulasi yang diterapkan pada aset kripto di Indonesia, OJK turut mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk lebih mengenal risiko yang bisa disebabkan oleh aset kripto.

Hal ini disebabkan aset kripto merupakan jenis komoditas yang memiliki fluktuasi nilai yang tidak menentu, sehingga nilainya dapat naik dan turun secara tiba-tiba.

Selain itu, OJK juga mewanti-wanti masyarakat agar mewaspadai skema ponzi berkedok investasi kripto.

Tidak diakui oleh Bank Indonesia

Dalam keterangan terpisah, Bank Indonesia (BI) pada beberapa waktu lalu juga telah melarang aset kripto sebagai alat tukar atau alat transaksi.

Baca juga: Ini Sikap Resmi Bank Indonesia soal Bitcoin

Meski dilarang untuk diperdagangkan, cryptocurrency masih diperbolehkan digunakan sebagai bentuk instrumen investasi.

"Kripto bukan alat pembayaran yang sah, dan kami sudah larang semua lembaga yang mendapatkan izin dari Bank Indonesia untuk melayani kripto. Kami terus-terusan mengawasi," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI, Kamis (25/11/2021).

Perry menjelaskan bahwa alasan utama bank sentral tidak mengakomodasi aset kripto karena bentuk fundamental aset yang dinilai masih belum jelas.

Karena tidak diatur oleh suatu lembaga, cryptocurrency memiliki sifat kepemilikan dan pergerakan harga yang tidak jelas.

"Siapa yang pegang supply, tapi demand dari seluruh dunia. Sehingga kita juga tidak tahu valuasinya," jelas Perry.

Muhammadiyah dan MUI haramkan aset kripto

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram uang kripto dari segala aspek, baik sebagai transaksi maupun sarana investasi.

Muhammadiyah menilai aset kripto memiliki sifat spekulatif yang sangat kentara. Hal ini merupakan salah satu kekurangan yang dimiliki aset kripto apabila ditinjau menurut syariat Islam.

"Majelis Tarjih dan Tajdid telah mengeluarkan fatwa keharaman kripto (hukum uang kripto) baik sebagai kegiatan investasi maupun alat tukar. Alasannya karena ada kecenderungan mengandung unsur ketidakpastian (gharar), perjudian (maisir)," tulis laman resmi Muhammadiyah.or.id.

Baca juga: Muhammadiyah Haramkan Mata Uang Kripto untuk Investasi dan Alat Pembayaran

Hal senada juga disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebelum Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram, MUI telah terlebih dahulu mengharamkan penggunaan cryptocurrency sebagai alat pembayaran.

Alhasil, MUI menetapkan bahwa mata uang kripto secara resmi dilarang digunakan sebagai alat tukar ataupun alat investasi, tetapi masih boleh dimiliki.

Muhammadiyah dan MUI tampaknya sepakat bahwa aset kripto mengandung gharar dan dharar. Namun, MUI secara khusus menilai adanya unsur qimar alias judi pada aset kripto.

Selain itu, cryptocurrency juga tidak memenuhi syarat jual beli secara syariah, terutama wujud fisik dan nilai yang pasti.

"Cryptocurrency sebagai komoditi/aset digital tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar, dharar, qimar dan tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli," jelas MUI.

Adapun gharar sendiri memiliki arti ketidakpastian dalam transaksi karena tidak terpenuhinya ketentuan syariah dalam transaksi tersebut. Alhasil, terdapat risiko terjadinya kerugian.

Sedangkan dharar merupakan transaksi yang dapat menimbulkan kerusakan, kerugian, ataupun ada unsur penganiayaan. Dharar dinilai dapat mengakibatkan terjadinya pemindahan hak kepemilikan secara batil.

Selain dari segi agama, MUI juga menilai aset kripto bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 tahun 2015.

"Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram, karena mengandung gharar, dharar dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015," tulis MUI dalam fatwanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com