KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Ukrida
UKRIDA Bagimu Negeri
Akademisi

Platform akademik Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) untuk menyebarluaskan gagasan dari para akademisi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat dan dipersembahkan bagi kemajuan negeri Indonesia.

kolom

Revolusi Teknologi 5G, Jaringan Internet Cepat yang Menghubungkan Dunia

Kompas.com - 06/04/2022, 12:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Eddy Wijanto, ST, MT, PhD

Dosen Program Studi Teknik Elektro, Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA), Jakarta

MASIH ingatkah Anda dengan ponsel yang berukuran sebesar batu bata dan hanya dapat melakukan panggilan suara? Pernahkah terpikirkan oleh Anda saat itu bahwa ponsel akan berkembang menjadi smartphone yang kita gunakan saat ini, dengan ukuran kecil, layar warna berkualitas high definition (HD), serta memiliki berbagai fungsi dan layanan yang terintegrasi di dalamnya? Pernahkah terpikirkan pula oleh Anda bahwa ponsel di masa depan akan berkembang seperti apa?

Dari 1G ke 5G

Setiap generasi standar komunikasi tanpa kabel (nirkabel)—disingkat “G” dari kata “Generation”—memperkenalkan kemajuan yang dicapai dalam peningkatan kapasitas dan kecepatan. Jaringan seluler generasi pertama, yakni 1G, diluncurkan oleh Nippon Telegraph and Telephone (NTT) di Tokyo, Jepang, pada 1979.

Jaringan 1G yang masih menggunakan teknologi analog memiliki sejumlah kelemahan, yakni ukurannya yang besar, cakupannya terbatas, kualitas suaranya kurang baik, serta tidak kompatibel antarsistem dan operator. Sistem keamanan 1G juga sangat buruk karena panggilan tidak dienkripsi.

Kendati memiliki banyak kelemahan, jaringan 1G yang merupakan awal mula revolusi komunikasi nirkabel tetap mendapatkan perhatian besar. Ini terlihat dari jumlah pelanggan jaringan tersebut yang tinggi.

Saat itu, memiliki ponsel tanpa kabel yang dapat dibawa ke mana-mana menjadi tren. Pasalnya, perangkat telekomunikasi yang dikenal kala itu adalah telepon rumah yang menggunakan kabel.

Setelah 12 tahun berselang, jaringan 2G diluncurkan di Finlandia, tepatnya pada 1991, dengan menerapkan standar global system for mobile communication (GSM). Jaringan 2G menerapkan teknologi digital yang memungkinkan sejumlah pesan, seperti pesan teks atau short message service (SMS), pesan gambar, serta, pesan multimedia atau multimedia messaging service (MMS), dapat dikirim melalui ponsel.

Selain itu, generasi kedua juga ditandai dengan peningkatan kapasitas dan kecepatan. Pada generasi ini, panggilan sudah dapat dienkripsi sehingga tingkat keamanan meningkat.

Generasi berikutnya, yaitu 3G, diluncurkan oleh NTT DoCoMo pada 2001. Pada generasi ini, protokol jaringan yang digunakan oleh vendor distandardisasi sehingga pengguna dapat mengakses data dari lokasi mana pun di dunia.

Kemampuan transfer data pada 3G mengalami kenaikan empat kali lebih cepat dari 2G. Era 3G juga ditandai dengan kemunculan layanan baru, seperti konferensi video, streaming video, dan voice over internet protocol (VoIP).

Selanjutnya, jaringan 4G pertama kali digunakan di Stockholm, Swedia, dan Oslo, Norwegia, pada 2009 dengan menerapkan standar long term evolution (LTE). Jaringan ini menyediakan kecepatan internet hingga 1 gigabita per detik sehingga layanan game, video HD, dan konferensi video high quality (HQ) dapat diakses.

Jaringan teranyar, yakni 5G, pertama kali ditawarkan oleh Korea Selatan pada Sabtu (1/12/2018). Jaringan ini diprediksi 10 kali lebih cepat dari jaringan 4G. Hal tersebut tercipta berkat bandwidth yang lebih besar dan tingkat latensi yang cukup rendah. Selain itu, jaringan 5G juga menawarkan keamanan tingkat tinggi serta konsumsi daya rendah. Jaringan 5G diproyeksikan dapat mendukung kebutuhan internet of things (IoT).

5G: era internet of things

IoT didefinisikan sebagai perangkat yang mampu mentransmisikan atau mengirimkan data melalui jaringan tanpa menggunakan bantuan perangkat komputer dan manusia. IoT akan menjadi revolusi digital yang besar dan mampu menghubungkan miliaran perangkat. Para pengguna dari seluruh dunia dapat saling berbagi data.

Adapun jumlah perangkat yang terhubung diprediksi akan meningkat menjadi 3,2 miliar pada 2023. Ke depan, ponsel bukan lagi sekadar ponsel, melainkan akan berubah menjadi IoT yang ada di saku Anda. Ponsel dapat berkomunikasi dengan berbagai perangkat yang ada, bukan lagi hanya terbatas pada komunikasi antarponsel.

Keberhasilan IoT bergantung pada kecepatan jaringan internet. Jaringan 4G tidak dapat mendukung kebutuhan IoT karena latensinya terlalu tinggi untuk dapat digunakan secara real-time. Atas dasar kebutuhan inilah, jaringan 5G dikembangkan selama bertahun-tahun.

Jaringan 5G memiliki kecepatan 10 kali lipat dari jaringan 4G. Peningkatan kecepatan akan memungkinkan perangkat IoT untuk berkomunikasi dan berbagi data secara real-time. Selain peningkatan kecepatan, jaringan 5G akan beroperasi lebih andal sehingga dapat menciptakan koneksi yang lebih stabil.

Kondisi jaringan yang andal dan stabil sangat penting untuk IoT. Utamanya, untuk perangkat keamanan yang terhubung seperti kunci, kamera keamanan, dan sistem pemantauan lain yang bekerja secara real-time.

5G: konektivitas untuk metaverse

Metaverse merupakan sebuah konsep baru dalam dunia digital yang menggabungkan elemen teknologi realitas, seperti virtual reality (VR), augmented reality (AR), extended reality, dan mixed reality (MR), secara real-time. Pengguna dari seluruh dunia dapat masuk dan saling terhubung di metaverse hanya melalui smartphone.

Di dalam metaverse, setiap orang akan direpresentasikan dengan avatar lengkap dengan pakaian, warna rambut dan kulit, serta aksesori realistis. Avatar merupakan tampilan virtual dari pengguna.

Semua grafis tersebut ditampilkan secara real-time berdasarkan data sensor yang melakukan pencitraan terhadap obyek tiga dimensi di dunia nyata melalui gerakan dan audio. Sensor ini terpasang di beberapa perangkat, yakni headset VR dan sarung tangan haptik.

Secara sederhana, metaverse dapat dikatakan sebagai tempat pertemuan virtual dengan orang lain. Metaverse juga dapat menjadi sarana untuk bekerja, belajar, bermain, dan bersosialisasi secara virtual serta diprediksi menjadi tren global, termasuk di Indonesia.

Untuk dapat menghadirkan pengalaman seperti dunia nyata di metaverse, dibutuhkan dukungan konektivitas internet yang cepat, andal, serta aman. Jaringan 5G dengan fitur kecepatan tinggi dan latensi rendah akan menjadi pendukung koneksi untuk metaverse.

Penutup

Dengan berbagai keunggulan seperti yang sudah dijelaskan, jaringan 5G memang layak disebut sebagai penghubung dunia. Jaringan nirkabel tentu masih akan terus berkembang menuju 6G, 7G, dan seterusnya.

Bahkan, sejak 2019, China telah memulai penelitian untuk jaringan 6G. Terlepas dari hanya sekadar angka, perkembangan jaringan tersebut akan diiringi dengan berbagai peningkatan kemampuan yang bahkan mungkin belum terbayangkan saat ini.

Sebagai negara besar yang kaya akan sumber daya manusia dan sumber daya alam, Indonesia hendaknya bukan hanya menjadi konsumen, melainkan perlu turut mengambil peran dalam pengembangan teknologi jaringan. Dengan demikian, kita dapat melepaskan diri dari ketergantungan terhadap produk dari luar negeri.

Untuk itu, saatnya para generasi penerus bangsa perlu segera melihat tantangan sekaligus peluang besar ini. Langkah awalnya adalah melalui penguasaan bidang ilmu Teknik Elektro. Niscaya, kita akan menjadi tuan di negeri sendiri.

Baca tentang

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com