Sayangnya sistem yang digunakan Google untuk membuat asisten virtual barunya hanya menggunakan data suara perempuan.
Adapun cara kerja sistem text-to-speech Google yang lebih tua akan menggabungkan potongan-potongan audio dari rekaman dengan menggunakan algoritma pengenalan suara.
Sistem ini bekerja dengan menambahkan penanda di tempat yang berbeda dalam kalimat untuk mengajarkan sistem di mana suara tertentu akan dimulai dan diakhiri.
Brand Ward seorang manajer teknik untuk text-to-speech di Google menjelaskan bahwa penanda tersebut tidak ditempatkan secara akurat pada jenis suara pria. Artinya akan lebih sulit untuk mendapatkan kualitas suara yang baik seperti pada suara perempuan.
Hal tersebut membuat perusahaan untuk memutuskan tidak melanjutkan membuat virtual asisten dengan suara pria setelah mengetahui betapa sulit dan menantangnya hal tersebut.
Ward menambahkan dalam membuat virtual asisten untuk Google Assistant dengan suara pria membutuhkan waktu lebih dari satu tahun dan tidak ada jaminan bahwa memiliki kualitas yang cukup tinggi dan diterima dengan baik oleh pengguna.
Dilansir dari realresearcher.com, suara perempuan sebagai asisten virtual lebih efektif digunakan sebagai strategi bisnis pemasaran karena suara perempuan terdengar lebih menyenangkan dan menarik.
Asisten virtual menggunakan suara perempuan digambarkan lebih simpatik, membantu, dan ramah sehingga lebih cocok digunakan perusahaan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan hingga keuntungan perusahaan.
Baca juga: Panggil Google Assistant di Ponsel Tak Perlu Sebut OK Google?
Setelah menilik berbagai alasan mengapa virtual asisten bvanyak menggunakan suara perempuan, tanpa sadar dominasi suara perempuan pada virtual asisten tersebut sebenarnya menimbulkan bias gender atau kondisi yang lebih memihak salah satu gender khususnya pada dunia Artificial Intelligence (AI).
Berdasarkan beberapa alasan di atas, bias gender yang terjadi pada virtual asisten suara disebabkan oleh kurangnya data dan persepsi yang diterima secara luas tentang suara perempuan.
Mengatasi masalah ini, perusahaan Apple pun mengumumkan bahwa mereka telah memutuskan untuk menghentikan Siri sebagai default dari suara perempuan.
Apple akan meminta pengguna untuk memilih dari berbagai suara wanita atau pria saat mereka akan menggunakan virtual asisten.
Hal ini menjadi salah satu terobosan baru dari perusahaan teknologi besar yang mencoba untuk menghapus asosiasi gender apa pun dari virtual asisten suara perangkat.
Hasil survey dari Real Research Media pada laporannya 3 Mei 2021 mengungkapkan sebanyak 65,41 persen pengguna setuju keputusan Apple yang menghentikan default Siri ke suara perempuan.
Di sisi lain, sebanyak 34,59 persen tidak setuju dengan keputusan Apple karena mereka lebih suka menggunakan asisten virtual Siri dengan suara perempuan. Keputusan Apple tersebut dirasa membuka jalan untuk keseteraan gender.
Selain Apple, perusahaan marketplace Amazon juga mencoba menggunakan virtual asisten suara menggunakan suara pria pada salah satu iklannya, dan hebatnya sebanyak 69,59 persen responden menerima iklan tersebut.
Upaya Amazon menggunakan suara pria tersebut nyatanya dianggap sebagai kontribusi pada kesetaraan gender dan akan membantu mengurangi stereotip gender dalam penggunaan asisten virtual.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.