Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Bitcoin hingga Terra Luna dkk Terus Merosot, Ini Penyebabnya

Kompas.com - 13/05/2022, 15:00 WIB
Lely Maulida,
Wahyunanda Kusuma Pertiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pasar perdagangan uang kripto menunjukkan tren penuruan dalam beberapa hari terakhir. Beberapa uang kripto ternama seperti Bitcoin dan Ethereum juga tak lepas dari tren tersebut dengan penurunan lebih dari 20 persen dalam seminggu terakhir.

Terra Luna, mata uang kripto yang tengah ramai diperbincangkan saat ini, bahkan ambles lebih dari 90 persen hingga kini harganya tak sampai 1 dolar AS. Lantas apa penyebab harga Bitcoin hingga Terra Luna terus turun?

Alasan utama anjloknya harga sejumlah uang kripto disebabkan oleh pandemi hingga gerakan jual uang kripto di seluruh dunia karena tekanan ekonomi dan kekhawatiran atas inflasi.

Baca juga: Mengenal Luna Coin, Aset Kripto yang Harganya Tengah Anjlok

Analis pasar kripto di Bitbank, Yuya Hasegawa dalam e-mail yang dikutip Forbes berkata, para investor cenderung menjual aset yang "tidak pasti" seperti uang kripto, sehingga pasar kripto terus menurun.

Selain itu, faktor lainnya adalah suku bunga pinjaman yang naik di berbagai negara seperti AS, Inggris dan Australia untuk mengatasi inflasi, sehingga memengaruhi kinerja perdagangan uang kripto.

Perang antara Rusia dan Ukraina juga turut berperan dalam perdagangan kripto yang fluktuatif karena investor tertekan oleh inflasi yang terus naik.

Menurut Michael Kamerman, kepala eksekutif platform trading Killing, pergerakan bursa kripto kini kian selaras dengan pasar saham, khususnya saham teknologi.

Baca juga: Harga Bitcoin Turun ke Level Trendah sejak Juli 2021

"Pergerakan cryptocurrency makin selaras dengan saham teknologi, karena investor menganggap keduanya sebagai aset berisiko," kata Kamerman dikutip KompasTekno dari The Independent, Jumat (13/5/2022).

Indeks saham sendiri di berbagai wilayah utama juga turun, misalnya Nasdaq yang turun tajam sejak Juni 2020. Jadi, Kamerman menilai penurunan harga Bitcoin dkk tidak mengherankan.

Tren negatif bakal berlanjut? 

Yuya Hasegawa meramalkan bahwa harga Bitcoin sebagai uang kripto terpopuler masih bisa turun karena kinerja stablecoin Terra USD (UST) yang memburuk. Namun ia percaya jika inflasi AS melambat, kondisi pasar perlahan akan pulih.

Stablecoin adalah mata uang kripto yang dibuat agar memiliki nilai yang sama dengan aset tertentu, seperti mata uang yang diterbitkan negara (misalnya dolar AS/rupiah) atau komoditas lain seperti emas.

Baca juga: Harga Terra Luna Coin Anjlok dari Rp 1,7 Juta Jadi Rp 19.000

Stablecoin dibuat agar harga mata uang kripto bisa stabil. Sebab, jumlah stablecoin yang beredar di blockchain sama dengan jumlah uang resmi (mata uang terbitan negara) yang dimiliki oleh perusahaan.

"Harga Bitcoin masih bisa turun karena performa UST dan sentimen teknis yang memburuk, namun jika inflasi AS melambat, lingkungan (ekonomi) makro kemungkinan membaik dan harga akan turun," kata Hasegawa.

Pantauan KompasTekno dari situs Coinmarketcap saat artikel ini ditulis, harga Bitcoin dijual seharga 30.426 dolar AS (Rp 444,8 juta) per keping, turun lebih dari 16 persen dalam seminggu terakhir.

Baca juga: Harga Terra Luna Makin Anjlok, Sentuh Rp 94 per Keping

Sementara itu, harga Ethereum terpantau di angka 2.082 dolar AS (30,4 juta), turun hampir 24 persen dalam seminggu terakhir. Sementara Terra Luna dipatok seharga 0,0056 dolar AS (Rp 89) turun 98,50 persen dalam 24 jam terakhir. Masing-masing harga kripto ini sangat fluktuatif dan bisa berubah sewaktu-waktu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com