Kini, Konvensi tersebut telah diratifikasi oleh 193 negara. Adapun mandat dari Konvensi Chicago untuk menciptakan tujuan damai bagi dunia adalah dengan membentuk organisasi khusus yang dapat mengelola pembangunan penerbangan sipil.
Dikutip dari jurnal ilmiah berjudul “The Role of ICAO” karangan Elfita Agustini, dkk., sebelum ICAO resmi didirikan sebagai mandat Konvensi Chicago, lebih dulu dibentuk PICAO (Provisional Civil Aviation Organization) pada 6 Juni 1945 di Montreal Kanada.
Badan persiapan pembentukan organisasi penerbangan sipil internasional itu berakhir tepat 4 April 1947, bebarengan dengan terbentuknya ICAO. Kemudian, ICAO resmi masuk jadi bagian PBB pada tanggal 13 Mei 1947.
Di mulai dari situ, setiap negara anggota PBB berhak untuk menjadi anggota dari ICAO. Anggota ICAO sendiri kini berjumlah 193 negara, termasuk Indonesia.
Selain berisi anggota biasa, ICAO secara struktur juga terdapat dewan khusus yang terdiri dari 36 negara anggota. Dewan tersebut dipilih setiap tiga tahun sekali yang diselenggarakan lewat sidang umum ICAO.
Anggota Dewan ICAO ini bisa dikatakan sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas–tugas organisasi, dalam menyukseskan pembangunan penerbangan internasional untuk tujuan damai.
Untuk penjelasan soal tugas ICAO yang lebih lengkap, silakan simak ulasan di bawah ini.
Baca juga: Boeing Tertarik Pakai Minyak Jelantah Indonesia untuk Bahan Bakar Pesawat
Melanjutkan mandat Konvensi Chicago, tugas ICAO adalah menjadi badan yang mengelola pembangunan penerbangan sipil untuk tujuan damai.
ICAO memiliki tugas untuk memelihara hubungan diplomatik antar anggota, menganalisis dan mengevaluasi kebijakan penerbangan, serta membuat standarisasi penerbangan yang disahkan oleh anggota dewan.
Dalam menjalankan tugas untuk membuat standarisasi penerbangan, ICAO melakukan yang namanya Standards and Recommended Practices (SARPs) and Procedures for Air Navigation Services (PANS).
Dua proses tersebut intinya dilakukan untuk membuat standar kelayakan keselamatan penerbangan. Standar tersebut dibuat dengan melibatkan tinjauan dari berbagai pakar dan akhirnya menghasilkan sebuah rekomendasi kebijakan baru.
Tinjauan untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan kelayakan penerbangan itu bersumber juga dari laporan investigasi kecelakaan yang telah dilakukan sebelumnya.
Setelah itu, rekomendasi bakal dipertimbangkan oleh dewan ICAO untuk kemungkinan pengadopsian menjadi sebuah kebijakan kelayakan penerbangan yang baru.
Rekomendasi tak selalu bersifat teknis, melainkan juga bersifat non-teknis. Beberapa kali ICAO mengadopsi peraturan yang bisa mencegah perpecahan antar negara, misal seperti peraturan anti-diskriminasi.
Peraturan ICAO tersebut diadaptasi agar tidak ada diskriminasi berdasar ras, warna kulit, dan sebagainya, yang terjadi di penerbangan sipil, sehingga bisa bisa mencegah konflik yang lebih besar.